Hari yang melelahkan……
Aku dihadapkan dengan dua pilihan yang terberat dalam hidupku,
Sungguh Aku merasa kerdil dan hina dihadap-Nya…
Pilihan antara Dunia (Wanita) dengan Akhirat(Bidadari Surga)…
“Batinku bergejolak, mencari telaga suci yang dapat
menentramkan hati, semua telah kususuri, hitam-putih mulai kugauli, haru biru
telah kuselami, namun apa yang aku dapati, hanyalah sesuatu yang tidak pasti.
Dimana dapat kutemui kekasih Allah yang sejati…yang mampu memberi cahaya dalam
hati. Oh… betapa hina diri ini”.
Aku terus menyusuri jalan yang berliku, tanpa arah
dan tujuan yang pasti, Aku berjalan dengan gontai, menyereret asa menjemput
impian…Aku berhenti ditengah perjalanan hijrah menata hati melepas duniawi,
tapi ditengah Aku berhenti, tiba-tiba datang sesosok bidadari surga yang
menggetarkan hati, mengajakku mengarungi dan menyelami samudera cinta yang
penuh dengan mahabbah dengan Rummi dan guratan tinta Kahlil Gibran.
Tapi, itu semua hanyalah semu belaka, hatiku tidak
tentram dengannya bahkan malah haus dan dahaga akan nafsu birahi, yang kucari
hanyalah ketentraman hati dan ketenangan ruhiyah, bukan kesenangan jasadiyah.
@@@
Akhirnya perjalanan menuju telaga suci itu semakin aku
dekati, mengalir bersama riaknya sungai, berhembus bersama semilirnya angin dan
terbawa oleh gelombang samudera.
“Ombak menghempas batu karang, seandainya saja aku
batu karang itu, kan kupertahankan keteguhan imanku yang mulai goyah oleh
terpaan dan cabaran, seperti batu karang yang kokoh diterpa gelombang.
Ahhkk…betapa bodohnya aku, seandainya saja Dia tidak
hadir didalam kehidupanku. Pasti aku tidak akan tergila-gila seperti ini,
perang antara batin yang bergejolak, perang antara hati yang bergelora dan
perang antara nafsu yang membuncah. Mungkinkah ini CINTA…Mungkinkah ini ASMARA …
Kenapa disaat aku ingin mencari telaga suci, kenapa
disaat aku ingin mencari ketenangan hati, kerikil-kerikil tajam itu
menusuk-nusuk telapak kaki KENAPA…KENAPA…
Aku mulai kecewa dengan semua ini. Tapi, siapa yang
patut dipersalahkan, apakah Dia? Dia? Dia? Atau Aku? Tidak mungkin, melihat Dia
meneteskan air mata saja, aku tidak tega melihatnya. Aku tidak tega melihatnya
terlalu lama bercengkrama dengan kesedihan, aku tidak tega melihatnya
menyendiri didalam keramaian,
Aku selalu
memikirkan apa yang sedang Ia rasakan. Tapi,… adakah Ia juga mengkhawatirkan
apa yang sedang aku resahkan… Ia selalu menginginkan aku bahagia…Tapi, adakah
Ia tahu terkadang… itu membuatku lebih terluka, karena keinginannya tak
sepenuhnya impianku, dan pengertiannya.. tak selalu membuat aku mengerti…(Moammar
Emka)
Oh…CINTA…CINTA…
Adakah cinta yang lebih hakiki dari semua ini ?@!$ Ya,
akan kucari jawabnya ditelaga suci itu, akan kuselami rupa dan wujudnya
ditelaga suci itu, apakah aku masih membutuhkan CINTA…Ya,… CINTA pada Allah
Azza Wa Jallah. Itulah cinta hakiki yang sejati.
@@@
“Ku harus menemui cintaku…
Mencari tahu hubungan kita
Apa masih atau t’lah berakhir
Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa… kuharus bagaimana
Kasih…
Sampai… kapan kau gantung
Cerita cintaku
Memberi harapan, hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu…”
Yah.. itulah yang Ia rasakan kini, sepenggal bait lagu
Meli goeslaw telah memenuhi memori pesan ponselku malam ini. Tapi, seandainya
saja engkau tahu, aku sangat mencintaimu…Tapi, aku tak sanggup mempertahankan
gejolak batin yang kian menderu, membara dan membuncah mengalahkan nafsu. Aku
tidak tahu… Apakah ini pengingkaran, kemunafikan, ataukah kesetiaan…
Malam kian larut…
Meninggalkan selaksa jiwa-jiwa para pencinta, lampu
temaram ibu kota
menghiasi kehidupan malam yang klise, aku tidak tahu harus memulai dari mana,
aku tidak tahu harus menulis apa, pada intinya, aku kecewa dengan semua yang
ada.
Tuhan…
Berilah aku kekuatan untuk mengatakan semua ini
kepadanya, aku tak sanggup melihatnya meneteskan air mata. Tapi, semua ini aku
lakukan hanya untuk cinta, cintaku yang sangat begitu besar kepada-Mu Tuhan.
Entah kenapa batin ini selalu bergejolak ketika mendengar Asma-Mu, darahku
mendesir ketika ku mendengar nyanyian-Mu.
Tuhan…
Berilah aku kesempatan untuk mencinta, diantara sejuta
insan yang mencinta. Tapi, aku telah memilih untuk lebih mencintai-Mu Tuhan…
@@@
Dua tahun berselang, kembali aku merasakan kerinduan
yang dahsyat akan CINTA, setelah menceburkan diri dalam kawah candradimuka, aku
terus merindukan kasih-Nya. Aku tak kuasa setelah aku mendengar kabar beritanya
yang sangat mengiris sembilu, Ia tetap kokoh mempertahankan CINTA-Nya untukku,
Ia tetap ingin mengarungi samudera CINTA bersama, melewati lautan Api Asmara
dan terdampar dalam Pulau Hati yang Ranum akan CINTA.
Aku duduk terpekur meratapi kebodohanku selama ini,
masih teringat memori lama yang telah usang terkunci rapat dalam lubuk hatiku.
Saat aku mengucapkan perpisahan dengannya.
Tapi, hatinya telah membantu akan CINTA, CINTAnya
kepadaku begitu dalam, keteguhan CINTAnya padaku sangat kokoh, Aku begitu
bersalah ketika kudapati diriku dalam penyesalan yang sangat. Didalam kamar ini
aku terantuk senyum manismu wahai Bidadariku. Aku masih mengingat waktu kita
bertemu dan bertatap muka, engkau berpaling seakan tak mengenalku, pandangan
itu lah yang membuat hatiku kembali bergetar. Aku ingin mengucapkan kat-kata
pujangga untukmu, tapi kau berlalu begitu saja dihadapanku.
Aku baru mengetahui kenapa engkau melakukan itu semua
padaku, rasa CINTA mu yang begitu kokoh kepadaku, membuat bibirmu terkunci
rapat, bak gunung merapi yang siap menyemburkan lahar panasnya. Tapi, engkau
tetap saja tak bergeming.
Tuhan…
Aku tak sanggup menghadapinya, Dia begitu berharga
bagiku, dia mutiara hatiku, dia dermaga CINTAku, tapi Aku tetap saja tak
bergeming bersuara untuk menyatakan isi hatiku, mungkin hatiku sedalam lautan biru,
tak ada yang bisa menyelami.
Aku duduk terpukur meratapi, anganku kian jauh
menerawang diangkasa malam, berdansa dengan bintang-bintang, bersenandung
dengan bulan, terlena akan bunga-bunga kasturi, bermandi madu asik masyuk
bercinta dengan bidadari, tapi, aku tetap saja terantuk bayangmu, Oh.. sebegitu
dahsyat gelora asmara
ini untukmu?. Kan
kupersembahkan hanya untukmu seorang Bidadari jiwaku. Tapi, kudapati diriku
masih dalam kesendirian.
Ketika bermain dalam imajinasi di Taman Firdaus, kau
datang membawa bunga Rampai yang dijalin bersama bunga Kamboja yang membuat
kembali hati ini remuk redam. Kau pergi meninggalkan duka dalam dekapan
belenggu gelora CINTA, membuyarkan lamunanku selama ini bercinta denganmu.
Mata ini nanar olehmu, tangisan duka ini mengantarmu
kembali ke peraduan Malam yang kekal, tak pernah ada terik mentari, tak pernah
ada embun pagi, yang ada hanyalah kegelapan yang baka..
Aku tak sanggup menyaksikan ini semua, melihat dirimu
dibungkus kain sorban, dengan sejuta wewangian yang memabukkan. Pesona indahmu,
menampar ketermanguanku. Tapi, itu semua hanya dalam anganku, aku tidak berani
untuk mengatakannya padamu, dan disaat waktu tiba aku memberanikan diri, kau
telah asik masyuk untuk mengabdi dalam Taman Eden.
Sekian lama aku menungu waktu untuk memberanikan diri
menyatakannya dan telah berjanji untuk mengarungi samudera CINTA bersama dengan
biduk ASMARA ,
kau telah meninggalkanku dalam kesendirian. Meninggalkan duka yang menyayat
hati, mengiris kalbu, menusuk sukma.
Derita hidup yang kau alami selama ini, terasa pahit dan
kelu dibibirku, kau tidak mau berbagi denganku, kau tidak pernah mencurahkan
isi hatimu, kau telan sendiri bersama buah huldi yang memilukan, Aku tahu kau
melakukan ini semua, demi cintamu Pada-NYA, tapi, itu sangat menyakitkan
bagiku, seandainya kau mau berbagi denganku, merasakan pahit dan getirnya
hidupmu, kan kuisi hari-harimu dengan CINTAku, tapi tak sejumputpun impian itu
kau berikan kepadaku, apakah ini kemunafikan, pengingkaran atau ketegasan.
Air mata ini tak dapat dibendung dan membuncah menjadi
sungai yang bermuara di lautan ASMARA, mengenangmu sangat menyakitkan, kau
pergi menggapai CINTA yang hakiki, abadi, kekal bersama hiruk pikuknya dunia.
Wajahmu selalu terlukis dianganku, suaramu terekam dalam pita
batinku. Betapa hati ini perih, kau biarkan aku sendiri, Sampai… kapan kau
gantung
Cerita cintaku
Memberi harapan, hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu…”
Menyakitkan, ketika
mendengar liriknya, Kau pergi meninggalkan aku sendiri yang terbelenggu
CINTAmu, dalam keabadian.
Aku
sangat bodoh, hina dina dihadapan-MU. Seandainya waktu kan bisa bergulir
kembali, maka kan kuabdikan separuh hidupku untukmu. Kan kuhiasi hari-harimu
dengan CINTA ku yang tulus padamu. Tapi, semua itu telah berlalu, biarkan
tersimpan dalam memori anganku, yang tersimpan rapi dan terkunci rapat-rapat
dalam peti kehidupanku, hinga kau kembali bersedia untuk membukanya.
Aku merasa bersalah akan semua
ini, begitu kokohnya aku mempertahankan keangkuhan yang ada dalam diriku dan
mengalahkan gelora CINTA mu padaku, hingga aku tidak kuasa untuk memilikimu,
Aku hanya bisa berharap akan bertemu denganmu kembali dalam kehidupan yang
abadi. Semoga apa yang telah aku cari dalam kawah candradimuka akan menuntunku
untuk menemukanmu dalam Gurun pasir yang tandus yang tak berpenghuni di alam
sana. Dan semoga kita akan
dipertemukan dalam ikatan CINTA yang nyata. Di dalam keabadian, bermain dalam
Taman Firdaus, menghapus dahaga dalam telaga Kautsar, dan bercinta dalam Istana
CINTA dalam cinta yang ditasbihkan oleh Allah SWT, untuk kita berdua.
* Salah satu Penulis buku Kumcer dalam Antologi “Kalimantan Timur dalam
Cerpen Indonesia” Korie Layun Rampan (ed) yang berjudul Cahaya dari Tepian Mahakam