Istana Naga Sakti "Xian-Ma" |
Kabut
tipis perlahan jatuh diujung cakrawala di bumi celebes, aku menengok jam
dipergelangan tangan menunjukkan angka 05.45 wita, perjalanan semalam dari
Kalimantan Timur menuju Makassar membuatku lelah hingga terlelap dan hampir
saja kesiangan, aku bergegas membasuh diri dan segera menuju Benteng Fort
Rotterdam tempat starting point racing star#2 berlangsung, Benteng ini
merupakan peninggalan dari jaman Belanda, di starting point ini kami diberikan
pengarahan oleh panitia dan saya pun dipasangkan dengan Rifah Sakinah salah satu anggota Makassar Backpacker,
setelah mendapatkan penjelasan dari panitia, kami pun dipersilahkan jalan dan
kami diberikan amplop tertutup yang berisi clue untuk menuju spot pemberhentian
selanjutnya, kelompok kami mendapat giliran urutan yang ketiga dikarenakan
racing mate saya terlambat 12 menit, sehingga kami diberi penalti.
Setelah
membuka amplop yang diberikan sambil berjalan kaki kami harus menuju Spot
Pertama dan menemukan Pasar Tradisional tertua dan yang pertama ada di Makassar
yang masih bertahan sampai sekarang, pasar ini banyak dikunjungi oleh warga
Tionghoa karena selain letaknya yang masih dikawasan Pecinan tapi banyak dijual
berbagai makanan dan perlengkapan sembahyang mereka, Pasar yang terletak di
jalan Bacan ini dulu disebut sebagai pasar Cina Toa (Paccinang) merujuk pada
pembelinya yang kebanyakan warga Tiong Hoa, setelah bertanya sana sini, akhirnya
kami menemukan Pasar yang dimaksud, di Spot ini para peserta diberi tantangan
untuk membeli bahan-bahan yang terdapat dalam gulungan kertas yang diambil
sendiri oleh peserta dan harga tidak boleh lebih dari Rp.5.000, tim kami
mendapat gulungan kertas yang bertuliskan “Lombok” karena naluri sebagai
seorang Backpacker yang harus meminimalkan biaya, akhirnya setelah melalui
proses tawar menawar dengan penjual, kami mendapat Lombok dengan harga seribu rupiah saja.
Setelah
selesai berbelanja di pasar Bacan kami segera menemui panitia dan mendapatkan
amplop untuk menuju Spot kedua yaitu Rumah Ibadah umat Budha yang berada
dijalan Sulawesi tidak jauh dari Pasar Bacan, Rumah ibadah tersebut dijuluki
sebagai “Istana Naga Sakti” atau Xian Ma, setiap lantainya memiliki dewa-dewa
yang berbeda-beda untuk dipuja. Di Spot ini peserta diberi tantangan untuk mencari minimal 3
dewa beserta tugas dewa tersebut dimasing-masing lantainya. Setelah
menyelesaikan tantangan yang diberikan akhirnya kami pun mendapat clue selanjutnya
untuk menuju ke Spot ketiga, kali ini spotnya terlalu jauh untuk ditempuh
dengan berjalan kaki sehingga kami pun harus menggunakan metode hitchiking yaitu menumpang
kendaraan tanpa harus mengeluarkan biaya. Spot ketiga adalah Vihara tertua,
terbesar dan tertinggi di makassar, bangunan yang berbentuk pagoda ini memiliki
sembilan tingkat, letaknya diapit Jl. G. Latimojong dan Jl. Veteran, lama
berhenti dan menunggu dipinggir jalan akhirnya ada yang berbaik hati memberikan
kami tumpangan, sebuah mobil box kosmetik berhenti didepan kami berdua dan
tanpa basa basi kami segera naik dan menuju ke spot ketiga tetapi karena
tujuannya berbeda sehingga kami pun turun dan menumpang menggunakan mobil pick
up terbuka sampai kedepan lorong masuk Vihara. Tantangan di spot ini cukup
menguras tenaga, kali ini peserta diberi tantangan untuk menghitung jumlah anak
tangga yang ada di vihara tersebut hingga ke lantai sembilan. Dengan membawa
beban tas yang berat dipunggung sambil tertatih langkah kaki perlahan menaiki
anak tangga satu per satu, Vihara yang memiliki 189 anak tangga ini masih dalam tahap pembangunan.
Patung Budha Di dalam Pagoda |
Setelah
mendapatkan Clue selanjutnya di lantai sembilan, kami pun bergegas turun menuju
spot keempat yaitu sebuah sumur tua dimana pusaka peninggalan kerajaan gowa
hanya bisa dicuci dari air sumur ini, sumur ini merupakan salah satu dari 3
sumur kerajaan Gowa selain Sumur Bissua dan Sumur Kabaraniang yang lokasinya
masih saling berdekatan. Sumur ini tidak jauh dari kompleks pemakaman Raja Gowa
yang paling familiar dan makam sahabatnya yang juga Raja Bone. Perjalanan
menuju spot keempat masih tetap menggunakan hitciking, dan kami bertemu dengan
tim Hiksan dan Aspar dalam satu mobil pick up, setelah turun didepan lorong
kami bertemu dengan racing mate yang lain (Yanti dan Nisya), (Burhan dan Andi),
(Amin dan Rahmat), (K’Asni dan Yesti), (Firman dan Gita), (Bali dan Tajab)
serta pasangan yang selalu terdepan karena menggunakan taxi adalah (EfDe dan
Feby).
Tantangan
kali ini terbilang gampang-gampang susah, tantangan kali ini adalah mencari
tahu Sejarah Bungung -dalam bahasa lokal yang berarti sumur- Bissua, susahnya
adalah karena sebagian besar masyarakat yang berdiam disana tidak tahu mengenai
sejarah bungung Bissua itu sendiri, yang mengetahui adalah pak RT setempat,
namun yang bersangkutan sedang ada rapat di kecamatan, sehingga kami pun harus
banyak menghabiskan waktu untuk bertanya kepada warga sekitar. Menurut
penuturan warga sumur bissua adalah tempat para mandi para Bissu –dukun yang
memiliki kepribadian ganda – para bissu mandi untuk mengetahui jenis kelamin
mereka, apakah mereka Perempuan, Laki-Laki, Setengah Perempuan, Setengah
Laki-Laki dan tidak memiliki alat kelamin.
Dari
Bungung Bissua kami mendapat clue untuk meneruskan perjalanan menuju spot
kelima yaitu sebuah Danau yang sangat jaya di era 80-an sebagai obyek ekowisata
kabupaten Gowa, ditempat ini pernah terjadi pertarungan kehebatan 3 wali
(Syeikh Yusuf, Dato Pagentungan, Lo’mori Antang) sehingga muncul istilah
“Ammawang Ngasengmi Pa’ngissenganna” yang merupakan asal muasal penamaan Danau
ini. Di Tempat ini jugalah berada kediaman para jemaah An-Nasir.
Jarak
yang terlampau jauh untuk menuju Spot ini mengharuskan kami untuk menumpang sebanyak 3 kali, yang pertama dengan
menggunakan pick up hingga depan jalan Allauddin kemudian dilanjut dengan
menggunakan pick up menuju jalan poros malino dan ditengah perjalanan hujan pun
turun sehingga kami semua basah kuyup, dan kami pun berteduh sejenak didepan
rumah warga, setelah hujan reda kami melanjutkan untuk mencari kendaraan yang
bisa membawa kami menuju Danau Mawang, dan akhirnya kami mendapat tumpangan
sebuah mobil Satpol PP, bak habis dirazia Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) oleh satpol PP
mau tidak mau kami harus menumpang dan
memasang muka tembok sampai menuju pintu gerbang Danau Mawang, ditengah
perjalanan kami bertemu dengan racing mate yang lain yaitu (Amin dan Rahmat),
sehingga kami berenam (Hiksan dan Aspar) serta saya dan Inah melanjutkan
perjalanan menuju Danau Mawang. Di spot ini kami ditantang oleh panitia untuk
menjodohkan nama serta gambar pahlawan yang ada di lembaran kertas. Tidak
memerlukan waktu yang lama kami pun langsung diberi clue spot selanjutnya yang
merupakan check point di Spot 6 yaitu sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
terbesar di Makassar sejak dibangun pada tahun 1993, semua sampah yang ada di
Kota Makassar dan sekitarnya (300 ton/hari) berakhir disini, kemudian kami
disuruh untuk mencari sekolah pemulung.
Setelah
meminta air minum dirumah warga kami segera menuju TPA Antang dengan
menggunakan mini pick up Katana yang hanya memuat 4 orang saja karena kami
selalu berempat (Hiksan dan Aspar) Saya dan Inah dengan mudah bisa sampai
terlebih dahulu menuju TPA, untuk menuju ke TPA kami harus dua kali mengganti
mobil tumpangan dan sebuah mobil Truk berisi Batako mengantar kami berempat
menuju TPA Antang.
Sekolah Pemulung di TPA Antang |
Bau
busuk yang menusuk hidung membuat kami harus memiliki mental yang kuat agar
para pemulung tidak merasa didiskriminasi karena pekerjaan mereka, lalat yang berterbangan serta pemandangan
yang kumuh Nampak didepan mata, kami pun sampai ke sekolah alam pemulung,
disini kami mengadakan bakti sosial, menyerahkan beberapa lembar pakaian layak
pakai dan beberapa sembako yang sebelumnya memang telah kami persiapkan atas
interuksi panitia. Tak perlu berlama-lama panitia pun memulai tantanganny, di
spot ini kami ditantang untuk mengumpulkan sampah plastik yang masih bernilai
ekonomis untuk dijual seberat 500 gram. Tanpa dikomando lagi kami pun segera
berlari menuju tumpukan yang menyerupai gunung yang berisi sampah, beruntung
tim kami mendapat kesempatan pertama dan ditemani oleh anak-anak pemulung,
entah karena muka saya seperti artis sehingga banyak anak-anak yang mendekat
atau lebih tepatnya mirip badut ancol, tapi justru tim kami terbantu dengan
keadaan yang seperti demikian, sehingga kami pun mendapat kurang lebih 1 kilo
sampah yang terkumpul yang berarti melebihi target dan mendapat kesempatan
pertama untuk melanjutkan perjalanan menuju spot selanjutnya. Rintik hujan
mulai turun kami pun terus melesat bahkan berlari-lari kecil keluar menuju
jalan raya dan menunggu kendaraan yang lewat dan memberikan kami tumpangan
menuju spot selanjutnya. Spot selanjutnya adalah pulau Lakkang, akses menuju
pulau ini dengan menggunakan perahu dan dipulau ini terdapat bunker Jepang. nah mau tau cerita selanjutnya, tunggu cerita selanjutnya yah..
bersambung
Ipoel Taripang
Istana Naga Sakti |
Beruntung mendapat tumpangan mobil mewah |
Naek Perahu menuju Pulau Lakkang |
Sayang banget gara2 telat ke TKP... Akhirnya gag ikutan event ini..... Hikzzz.... #sad
ReplyDelete