Wednesday, April 17, 2013

MENGUAK ISI PERUT BUMI PAMPANG

Berfoto Bersama di Pintu Keluar Gua Pampang

Siang yang terik, aku bergegas memasukkan tenda, trangia dan peralatan kempingku ke dalam tas ranselku, yah hari ini aku akan menuju salah satu gua yang tak banyak orang mengenalnya di daerah samarinda. Setelah chatting semalam bersama teman-teman Samarinda Backpacker aku pun memutuskan untuk bergabung kedalam kegiatan gathering mengeksplore gua yang berada di kawasan air terjun pampang, samarinda.
Setelah kurasa tak ada lagi barang yang ketinggalan aku menuju terminal bus Bontang, dua setengah jam perjalanan menuju samarinda membuat badan terasa lelah karena jalan Bontang-Samarinda yang masih dalam tahap perbaikan belum kunjung selesai.
@@@
Setelah bertemu dengan teman-teman samarinda Backpacker dan Balikpapan Backpacker, kami pun berangkat menuju utara samarinda, dengan mengendarai sepeda motor bersama enam belas orang yang mengikuti gathering ini, aku pun sempat tertinggal dengan rombongan dibelakang.
Perjalanan yang memakan waktu 45 menit dari Samarinda melewati jalan yang berlubang dan menanjak dan sesekali aku pun harus turun dari motor karena kelebihan muatan, entah berat badanku yang berlebih atau barang bawaanku yang berat, entahlah. Setelah terombang-ambing dijalan yang berlubang, akhirnya aku sampai di tempat penitipan motor di desa pampang, di desa ini bukan hanya sebagai desa wisata yang menampilkan kebudayaan suku dayak kenyah saja, tetapi panorama alamnya pun sangat indah untuk dijelajahi salah satunya adalah gua yang akan kami eksplore nanti.
Narsis di dalam Gua Pampang
Perjuangan tak sampai disitu, karena kami tertinggal dibelakang dari rombongan yang sebelumnya berangkat, kami pun sempat nyasar, untunglah insting si Henny, satu-satunya wanita dirombongan kami, aku, dwi dan david mengenai navigasi darat dan meskipun tidak merasa yakin namun indera penciumannya sangat tajam merekam setiap jejak kaki yang lewat, melewati rimbunan kebun kates dan rimbunan pohon Macaranga gigantea menandakan bahwa hutan ini memiliki tipe hutan sekunder muda yang pernah mengalami degradasi akibat perkebunan dan permukiman warga serta adanya tambang batu gunung serta kandungan batu bara dikawasan ini menjadikan kawasan ini penting untuk dijaga dan dilestarikan, potensi alam yang sangat menarik bagi wisata minat khusus ini harus segera dikelola dengan baik agar keberlangsungan dan keindahan tempat ini tidak rusak.
Suara dentuman yang lumayan cukup terdengar ditelingaku yang berjalan dibelakang rombongan membuatku mempercepat langkah menuju kedepan, dan ternyata Henny si ahli navigasi darat handal kami terjerembat dan terjatuh ketika menuruni jalan setapak yang licin didepan sempat terlintas dipikiranku ada kates ranum yang jatuh, tetapi ternyata super women kami yang terjatuh. Tak ayal suara tawa memecah keheningan. Tak berapa lama berjalan kami pun mendengar suara aliran air yang cukup deras dan bertemu dengan beberapa kelompok pecinta alam yang sudah terlebih dahulu kemping disana, serta ada pula yang menggunakan tempat ini sebagai tempat untuk pendidikan dan Latihan dasar pecinta alam.
Tak jauh berjalan melewati punggungan bukit yang curam, sampailah kami di pos 2 dan bertemu dengan rekan-rekan yang lain, tidak ingin membuang waktu banyak karena hari telah menjelang magrib, kami memutuskan untuk mendirikan tenda ditempat yang tidak biasanya, karena kemping ground telah dipakai oleh kelompok mapala yang melakukan pendidikan disana.
Tetap Narsis meskipun belum mandi
Setelah melakukan survey lokasi untuk mencari kemping ground yang baru, kami memutuskan untuk mendirikan tenda tidak jauh dari sungai, kami pun berbagi tugas laki-laki mendirikan tenda dan perempuan yang dipimpin oleh Rahmayana Rebang dengan keahlian alami yang dimilikinya ibu satu anak ini yang berasal dari Kutai Barat dengan sepeda motor kesayangannya yang selalu menemani di setiap perjalanannya hingga Kalimantan selatan ini dibantu dengan Ria Lestari wanita yang memiliki mata empat ini karena memakai kacamata, dan teman-teman yang lain memasak untuk makan malam kami, sembari menunggu masakan dan tenda telah berhasil didirikan kami pun bermain kartu Uno.
Suara serangga malam serta bisikan aliran sungai yang merindukan muara sangat terdengar jelas memecah keheningan malam, setelah makan malam bersama diatas sebuah daun yang dibentangkan mengingatkanku pada orientasi medan yang pernah aku ikuti di kelompok pecinta alam, rasa kebersamaan dan kekeluargaan pada saat itu tercipta yang tak dapat kami lupakan, dipertengahan kami menyantap hidangan makan malam kami, kami didatangi oleh wanita yang memakai syal kuning, dan mengingatkan kami untuk tidak terlalu ribut karena mereka melakukan pendidikan pecinta alam disana, membuat kami malah menambah  besar volume suara kami, kami pun datang untuk melakukan pendidikan dan kami pun memiliki hak yang sama untuk dapat menikmati keindahan alam yang ada disana.
Setelah membersihkan peralatan makan, kami kembali berkumpul dan duduk dibawah tenda utama, kegiatan pun dimulai dengan perkenalan dan sharing pengalaman bersama teman-teman backpacker yang hadir, gathering kali ini diikuti oleh 17 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Kalimantan Timur mulai dari paling barat di Kutai Barat, Balikpapan, Muara Badak, Samarinda dan Bontang. Diskusi yang a lot dan berbeda pendapat waktu itu merupakan dinamika yang terjadi di Samarinda Backpacker untuk menentukan arah dan tujuan kedepan Samarinda Backpacker.
@@@
Berpose didalam Gua Pampang
Pagi yang diselimuti oleh rintik hujan membuat kami terjaga, mentari pun enggan menyapa kami dan bersembunyi dibalik pohon jati, setelah membuat sarapan dan membersihkan diri kami segera berkumpul dan melakukan petualangan yang sesungguhnya yaitu menyusuri gua-gua yang belum banyak orang mengetahui keberadaannya, dikawasan ini yang terkenal hanyalah air terjunnya saja, hanya beberapa kelompok saja yang mengetahui keberadaan gua ini.
Perjalanan yang memakan waktu satu jam ini mengantarkan kami kedepan pintu masuk gua, meskipun kami sering nyasar dan beberapa anggota tim banyak yang berjatuhan dikarenakan medan yang sulit dan licin yang menyulitkan kami untuk berjalan. Pintu gua yang sangat kecil yang hanya dapat dilalui oleh satu orang dan mengharuskan kami untuk berjalan merangkak, tak berapa jauh didepan di tengah perut bumi ini kami bisa berdiri dan melihat keindahan ukiran stalagmite dan stalagtite serta banyak memiliki lorong-lorong gelap. Kami pun beristirahat sejenak sambil mendokumentasikan perjalanan kami menguak keindahan perut bumi, setelah diras cukup kami melanjutkan perjalanan menuju pintu keluar gua ini, disepanjang jalan aku melihat dinding gua yang terukir nampak jelas ditangan perupa dan sang pencipta bak sebuah karya maha agung masterpiece yang terbentuk secara alami.
Tak mau mengambil resiko terlalu lama didalam gua yang lembab dan penuh dengan kotoran binatang kelelawar yang membuat perut mual, kami memutuskan untuk melanjutkan menjelajahi isi perut bumi di gua ini jauh lebih dalam. Hanya lampu senter saja yang mengantarkan kami ke semburat cahaya yang masuk dari celah-celah batu, tak lama berjalan akhirnya kami sampai di mulut keluar gua dan bisa menikmati udara segar kembali.
Aku melirik Jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul Sembilan, kami pun melanjutkan perjalanan kembali menuju basecamp dan melanjutkan untuk menjelajah isi perut bumi yang lainnya di daerah hilir sungai, dikarenakan salah satu anggota tim dari Balikpapan yang bernama latifah terjatuh untuk yang kedua kalinya, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan kembali basecamp dan aku menemaninya untuk beristirahat di basecamp.
Katak Hijau yang ada di lokasi gua Pampang
Perjalanan kali ini memberikan sensasi yang berbeda dan membuka pemikiranku bahwa di Kota Samarinda ternyata memiliki gua yang bisa dijadikan salah satu destinasi wisata minat khusus di Kota Samarinda apabila dikelola dengan baik, selain desa wisata pampang yang menampilkan kebudayaan suku dayak kenyah, menguak keindahan isi perut bumi dibalik rimbunan Macaranga gigantea, rintik hujan pun kembali mengantarkan kami untuk beraktifitas kembali.

Pampang, 14 April 2013
M.Saipul
*Penulis cerpen “Cahaya dari Tepian Mahakam” Antologi Kaltim dalam Cerpen Indonesia







5 comments: