Saturday, June 23, 2012

Tuesday, June 19, 2012

Sebuah Nasihat “PERANGKAP” Oleh M. Saipul


Teman, Saya pernah membaca artikel menarik tentang teknik berburu monyet di hutan-hutan Afrika. Caranya begitu unik. Sebab, teknik itu memungkinkan Si Pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun. Maklum, ordernya memang begitu. Sebab, monyet-monyet itu akan digunakan sebagai hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.
Cara menangkapnya sederhana saja. Sang pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma. Tujuannya, agar mengundang monyet-monyet datang. Setelah diisi kacang, toples-toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup.
Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tinggal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan. Kok bisa? Tentu kita sudah tahu jawabnya. Monyet-monyet itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalam. Tapi, karena menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet-monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana-mana.
Teman, kita mungkin akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet-monyet itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya kita mungkin sedang mentertawakan diri sendiri. Ya, kadang kita bersikap seperti monyet-monyet itu. Kita menggenggam erat setiap permasalahan yang kita miliki layaknya monyet menggenggam kacang.
Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah melepaskan maaf. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa “toples-toples” itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap oleh penyakit hati yang akut.
Teman, sebenarnya monyet-monyet itu bisa selamat jika mau membuka genggaman tangannya. Dan, kita pun akan selamat dari penyakit hati jika sebelum tidur kita mau melepas semua “rasa tidak enak” terhadap siapapun yang berinteraksi dengan kita. Dengan begitu kita akan mendapati hari esok begitu cerah dan menghadapinya dengan senyum. Dan, kita pun tahu surga itu diperuntukkan bagi orang-orang yang hatinya bersih. Jadi, kenapa tetap kita genggam juga perasaan tidak enak itu? Apakah anda akan seperti Monyet Bodoh itu?

Jangan Panggil Aku ODHA By: M.Saipul*


Rintik hujan membasahi ranting-ranting pinus yang gersang, mentari pagi menyusup dibalik tegakan-tegakan pohon jati, Aku menyaksikan dibalik tirai, dua ekor belibis sedang bercinta didalam kolam dekat taman, bunga Lotus merah merekah diatas tirta. Tapi, semua itu hanyalah semu dihadapanku.
Dua tahun berlalu, setelah peristiwa yang sangat memilukan itu terjadi, Aku masih saja tidak berdaya berada diatas kursi pesakitan ini, tubuhku sangat rapuh untuk aku gerakkan, berjalan saja aku harus dibantu oleh suster jaga di Pusat Rehabilitasi ini. Lamunanku terjaga mengingat ketika aku divonis menderita HIV Positif oleh salah satu konselor di VCT RSUD Taman Husada Bontang.
Aku sangat terpukul ketika dr. Ary memberikan amplop hasil test kepadaku yang menyatakan kalau aku menderita HIV Positif, sempat terlintas waktu itu untuk mengakhiri hidup, tapi wajah teduh dr. Ary menyadarkanku untuk tetap bertahan, dan meninggalkan segala perbuatan yang telah aku lakoni selama ini.
“Mas, mengakhiri hidup dengan cara yang tidak wajar adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah, ini adalah cobaan hidup yang diberikan oleh Allah untuk mas, agar mas Andi kembali kepada jalan yang benar dan menjauhi segala perbuatan buruk yang telah mas lakukan selama ini.” Nasihatnya padaku, namun tetap saja aku tak bergeming.

@@@
Hitam putih telah kugauli, dunia kelam telah aku telanjangi, lampu temaram lantai disco, Profesi sebagai Disc Jockey disalah satu club hiburan malam di Bontang telah lama aku lakoni. Setiap malam aku menyuguhkan alunan musik yang menghentak, menghujam dan melambungkan hasrat kaum modernitas malam. Malam itu, menjadi malam yang sangat menampar ketermanguanku, ketika aku membuka mata, aku mendapati diriku dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang melekat dalam tubuhku. Aku mencoba mengingat kejadian semalam, tapi, kepala ini terasa berat untuk kembali mengingat dan merunut kejadian yang sangat memalukan ini, dalam keadaan tidak sadar tubuhku dimanfaatkan oleh para ekspatriat yang menikmati setiap lekuk tubuhku bergantian. Aku sempat melawan dan berontak, tapi zat kimia yang menjalari tubuhku ini lebih kuat melawan dan memberontak disela-sela nadi dan mematikan sendi-sendiku.
Aku mencoba bangun dari tempat tidur dengan sisa-sisa tenaga, aku mengguyur badanku di kamar mandi, tubuhku serasa kaku dalam ratap aku mengumpat, mencaci dan memaki kepada orang-orang yang telah menghancurkan hidupku, apa yang aku jaga selama ini, hancur begitu saja dalam waktu sekejap.
Malam itu aku terperangkap dalam orang-orang yang selalu menjadi budak nafsu. Seperti biasa ketika malam mulai beranjak memasuki sepertiga malam, aku sibuk bermain dengan piringan hitam musik, mengantarkan wajah-wajah yang haus akan dunia malam yang menyuguhkan kenikmatan dan melambungkan angan para penikmatnya.

@@@
Malam berkabut, diselimuti kegelapan malam, aku mengemudikan motor ditengah malam yang mulai beranjak menaiki tahtanya. Jalan raya pun terlihat lenggang, tidak satu pun kendaraan yang hilir mudik, tepat pukul duabelas malam, aku tiba di tempat aku menghabiskan sisa-sisa malam bersama para penikmat geliat malam. Belum sempat aku memarkir kendaraan, aku lalu dihampiri oleh seorang perempuan berdandan super menor memakai rok mini, dengan lintingan rokok di tangan kirinya, Mia begitu Ia dipanggil, Ia adalah salah satu pelanggan setia di club tempat aku bekerja, hampir setiap malam Ia tidak melewatkannya.
Aku pun masuk ke dalam club dan mulai memainkan lagu-lagu hasil aransemenku sendiri di rumah tadi, lampu disco pun mulai berputar, irama pun mulai menghentak-hentak, menghujam jantung para tamu-tamu yang bergoyang dan berdansa di lantai disco.
Malam itu begitu indah di mata para tamu-tamu yang hadir di club hiburan malam itu, selepas melambungkan hasrat para penikmat pesona malam, Aku pun beranjak dari altar Disc Jockey yang telah aku persembahkan pada ratu malam yang dahaga akan suguhan musik yang mengalun mengiri rembulan dibalik peraduannya.

@@@
Selepas mengantarkan para penikmat malam, aku pun mulai beranjak untuk kembali pulang melepas penat. Dari dalam club aku mendengar suara lirih memanggil namaku, akupun menoleh, dan tak dinyana suara tersebut berasal dari wanita paruh baya yang menggenakan blus warna biru muda sepadan dengan dandannya yg mengenakan eye shadow berwarna biru.
Wanita itu mengajak aku berkenalan dan mengajak aku untuk mengikutinya menuju suatu rumah mewah di area perumahan perusahaan, entah setan mana yang merasukiku waktu itu, aku manut saja dengan ajakan wanita itu, yang baru aku tahu Ia bernama Sandra.
”Mas Andi tolong antarin saya pulang yah? Dirumah ada party kami membutuhkan DJ agar partynya lebih rame” tawarnya dengan bau alkohol menyengat di bibir tipisnya.
Tanpa pikir panjangpun aku menerima tawaran sandra, aku melaju dijalan yang senggang, tak ada kendaraan yang lalu lalang, Dia pun mulai bercerita mengenai hidupnya yang ditinggal oleh suaminya keluar negeri karena urusan kantor, kami pun sampai di halaman rumahnya, setelah memarkir motor di dalam garasi akupun masuk ke dalam rumah, ternyata di rumah mewah itu telah berkumpul lima orang laki-laki muda dan dua orang perempuan yang memakai pakaian super mini, Aku pun berkenalan dengan mereka.
Jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul dua dinihari, aku mulai memainkan musik sesuai dengan permintaan sandra, mereka pun asik bergoyang di ruang tengah yang telah disulap menjadi lantai disco, bau alkohol dan keringat pun bercampur aduk menjadi satu di ruangan, aku terus asik memainkan piringan hitamku, tak berapa lama sandra menghampiriku dengan membawa segelas vodka, yah demi profesionalisme pekerjaan yang aku lakukan  yang harus menuntut untuk memuaskan pelanggan, aku pun menunguk minuman itu, lambat laun musik yang aku putar semakin tak bisa aku kendalikan, pandanganku berputar seiring berputarnya piringan hitam yang aku mainkan, dan akhirnya aku tak kuasa menahan berat beban di kepalaku ini, aku pun terjatuh, dalam samar aku melihat banyak orang yang mengerumuniku, dan aku merasakan badanku diangkat menuju salah satu kamar yang ada di rumah itu dan meletakkanku diatas kasur empuk, masih dalam samar, selepas para lelaki yang mengangkatku berlalu, aku melihat 3 wanita yang mengelilingiku dan merasakan helai demi helai pakaian yang aku kenakan dilecuti satu persatu, masih setengah sadar aku mendengar mereka berkata kepada yang lainnya.
“obatnya bereaksi mia” sahut sandra dalam samar
“sapa dulu donk mia, itu obatnnya tokcer sandra”balas wanita yang berada diatas kepalaku dan masih memengang gelas minuman dan menghisap rokok.
Aku mulai memberontak tapi tubuh ini tak mampu melawan zat-zat kimia apa yang telah diberikannya kepadaku hingga aku tak mampu bergerak, mungkinkah mereka mencampurnya tadi didalam minuman yang aku minum, setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi, dan ketika aku bangun, kudapati diriku tak berdaya dan tidak mengenakan apa-apa didalam kamar tidur disalah satu ruang di rumah itu.

@@@
Rintik hujan pun masih terus saja membasahi dedaunan disekitar taman di Rumah Sakit ini. Lamunanku tersentak ketika teriakan seorang wanita berparas ayu  mengejutkanku.
“dooorrrr.....”
“ayoo, lagi ngelamunin apa?” teriaknya
“aahh, nggak apa-apa” sahutku
obatnya sudah diminum mas”  katanya mengingatkanku
“belum mba, baru mau diminum” jawabku, sambil melirik jam dinding diruangan, yang menunjukkan waktu pukul 17.00 wita dan memang sudah masuk waktunya untuk meminum obat ARV (Anti Retroviral Virus), setelah aku divonis  menderita HIV Positif aku pun kemudian mengikuti saran mba Made salah satu aktivis yang peduli dengan penderita HIV/AIDS di Kota Bontang, yang selalu rajin untuk mengingatkanku untuk meminum obat ARV, kalau tidak sempat menjengukku, dia pasti meneleponku untuk memastikan aku telah meminum obat ARV.
“ini obatnya diminum dulu” balasnya sambil memberikanku segelas air putih dan beberapa obat berbentuk pil dan kapsul.
“terima kasih mba.” timpalku
“kalau waktunya untuk minum obat, jangan ditunda-tunda mas.” Sahutnya mengingatkanku sambil membersihkan meja disamping tempat tidurku.
“ya sudah, saya pamit dulu yah mas mau pulang” sambil membenarkan letak selimutku yang serba putih layaknya mummy.
Semenjak aku divonis menderita HIV/AIDS hanya dia yang selalu ada ketika aku membutuhkan sesuatu, sementara teman-temanku yang lain ketika mengetahui aku menderita HIV Positif satu persatu menjauh dan tak pernah menjengukkku, berbeda ketika dulu aku masih sehat, mereka selalu datang kepadaku untuk mengajakku hura-hura, dan kini mereka beranggapan bahwa aku adalah sampah masyarakat di mata mereka, tapi dr. Ary dan mba made serta beberapa teman-teman LSM yang peduli AIDS selalu memberikanku semangat dan memotivasi agar terus bisa menjalani sisa hidup.
Pernah suatu ketika aku merasa kesepian dan bosan berada di Pusat Rehabilitasi ini, aku mencoba untuk mengakhiri hidupku dengan menusuk-nusuk nadiku menggunakan jarum infus yang terpasang dilenganku, untung saja hari itu mba Made dan dr. Ary datang bersama wanita paruh baya yang selama sembilan bulan aku berada didalam rahimnya dan mencegahku untuk mengakhiri hidup. Dia pun memelukku dan menyemangatiku sambil meneteskan air mata untuk tetap bisa menjalani hidup, rangkulannya yang hangat membuat aku tersadar, orang yang aku cintai selama ini masih tetap bisa menerimaku meski aku dalam kondisi yang terpuruk sekarang ini.
“Sadar Nak, ini Ibu, apapun yang terjadi Ibu masih tetap sayang dan mencintaimu nak” sambil memengang pipiku dengan kedua tanganya yang lembut dan mengecup keningku sambil terisak dan menangis.
“Kamu harus janji sama Ibu, kamu harus bisa membahagiakan Ibu, jangan mengakhiri hidup dengan cara seperti ini, ini sangat dimurkai oleh Allah.” Nasihatnya yang menyadarkanku bahwa apa yang aku lakukan tadi salah mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri adalah sia-sia.
Suasana ketika itu hening dan semua yang ada di ruangan itu larut dengan lautan air mata di kelopak mata dan bermuara disudut bibir. Dr. Ary dan Mba Made mendekatiku dan merangkulku layaknya reuni keluarga yang lama dipisahkan oleh jarak dan waktu.

@@@
Dua tahun berselang aku menjalani terapi di Pusat Rehabilitasi, setelah aku divonis oleh dokter menderita HIV Positif dan umurku tidak akan lama lagi, tapi sang sutradara film kehidupan berkendak lain dan kini aku telah memulai episode baru menata dan menjalani kehidupan yang baru dengan status yang aku sandang, mereka sering memanggilku ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), meskipun aku sendiri risih mendengarnya, karena aku punya nama dan namaku bukan ODHA, tubuhku yang dulu ringkih dan kaku layaknya mayat hidup lambat laun bisa kembali beraktifitas dan aku kini bergabung ke dalam Komisi Penanggulangan AIDS, organisasi yang peduli dengan HIV/AIDS, dan sering diundang untuk menjadi narasumber serta dilibatkan menjadi konselor untuk melakukan pendampingan sesama ODHA.
Aku menjadi motivator bagi mereka agar bisa menjalani hidup dan tidak berputus asa, inspirasi dan motivator alamiku mengapa aku bisa bertahan sampai sekarang ini menjalani sisa hidup adalah Ibu, yang selalu memberikanku kasih sayang dengan tulus dan ikhlas merawatku ketika aku divonis menderita HIV Positif, Dia tidak peduli dengan tetangga dilingkungan sekitar rumah yang mencemooh, mencaci makinya memiliki anak yang terkena HIV Positif.
Pernah suatu ketika di sore hari lirih aku mendengar suara ribut-ribut didepan rumah.
“Usir saja Andy dari kampung ini, dia sudah membuat aib di kampung ini” teriak salah satu tetangga yang tidak suka dengan kehadiranku kembali dirumah. Entah mereka dapat kabar darimana aku menderita HIV Positif.
“Iya, usir saja Dia, nanti anak-anak kami bisa tertular HIV gara-gara dia” sahut yang lain.
Entah setan atau malaikat mana yang merasuki Ibuku pada waktu itu, Aku melihatnya mengambil sebuah mandau  peninggalan almarhum Ayahku dan melemparkannya ketengah-tengah kerumunan tetangga yang telah berkumpul di depan rumahku.
“Ini mandau... silahkan ambil, bunuh saja anak saya kalau kalian menganggapnya hina dan aib dimata kalian, bagi siapa saja yang ada disini yang menganggap dirinya masih suci tidak pernah melakukan kesalahan dan tidak pernah berdosa selama hidupnya, silahkan ambil mandaunya, bunuh saja anak saya, saya ikhlas. Teriak ibuku sambil menyodorkan mandau mendatangi satu per satu ke orang-orang yang berkerumun.
Suasana pun mendadak menjadi hening tak ada suara yang terlontar dari orang-orang yang berkerumun didepan rumah, untung saja hari itu dr. Ary dan mba Made datang menjengukku, kaget serta takjub melihat apa yang telah dilakukan oleh Ibuku lalu merangkulnya masuk ke dalam rumah. Satu per satu orang yang berkerumun itu pun pulang dengan sendirinya, setelah diberi pemahaman mengenai HIV/AIDS oleh dr. Ary.
Aku pun memeluk erat tubuh Ibu yang tak terasa dua kali kecil mengalir disela-sela kelopak matanya serta mengecup dahiku. Saat itulah aku sadar bahwa  masih banyak orang-orang yang peduli kepada kita sesama ODHA, meski tak banyak orang yang mencemooh, cacian, makian serta umpatan sering sekali menghampiri di telinga kami, ibarat kami adalah musuh mereka yang harus dijauhi, perlakuan diskriminasi yang sering kami terima ditempat-tempat pelayanan publik, tapi kami berusaha untuk berpikiran positif dan tidak sakit hati atas cacian dan makian mereka yang tidak mengerti apa sebenarnya yang kami alami dan rasakan, mereka menganggap kami adalah sampah masyarakat dan aib bagi mereka. Tapi aku percaya melalui pendekatan dan pemahaman yang mendalam mengenai penyakit ini kepada mereka lambat laun akan sadar bahwa yang mesti harus dijauhi adalah penyakitnya bukan orangnya.

Denpasar, 17 Mei 2012
*Salah Satu Penulis Cerpen dalam Buku “Antologi Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia” ed. Korie Layun Rampan dengan judul “Cahaya dari Tepian Mahakam”

Cahaya dari Tepian Mahakam * Oleh: M. Saipul **


Malam mulai beranjak larut, suara binatang malam perlahan mulai kiut, tabuhan irama musik disco kian malam, kian mengalun keras, menghentak-hentak di dasar lantai disco, lampu-lampu temaram Ibukota menghiasi pinggiran-pinggiran kota Tepian.
Keheningan malam, menggugah hasrat dan menggelitik di dalam kalbu, membawa imajinasi kian jauh menerawang menguncup dewi-dewi malam, jalan-jalan Ibukota terlihat lenggang, hanya satu-dua saja kendaraan yang berlalu-lalang. Udara malam yang dingin tak menghalangiku untuk sejenak menikmati kehidupan malam para kaum ekspatriat yang melepaskan penat di warung remang-remang, café, pub, dan lantai disco yang begitu kelam menampar ketermanguanku, adalah rutinitas yang dilakoni para penikmat kehidupan malam menjelang malam kian meninggalkan peraduannya .
Jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul 02.00 dini hari, udara malam semakin dingin menusuk sendi-sendi raga yang letih. Aku pun semakin melaju di balik kemudi setir mobil yang mengantarku ke suatu tempat di mana aku biasa menghabiskan malam menikmati pemandangan yang indah dibalik lampu-lampu temaram di pinggiran sungai Mahakam di jalan Gajah Mada yang menyajikan beraneka “Jajanan”  serta suguhan-suguhan yang tak pernah sepi dikunjungi oleh para penikmat modernitas kehidupan malam yang menguncup dewa-dewi malam tak pernah puas dan tak henti-hentinya menyajikan berbagai layanan jasa mulai dari panti pijat, bola sodok, hingga bisnis esek-esek dan penjaja seks.

@@@
Disisi lain, aku mulai berimajinasi menerawang jauh menembus cakrawala yang gelap di bawah arus gelombang sungai mahakam menjelajah disetiap sudut-sudut kota yang indah dibalik temaram gemerlap lampu-lampu Ibukota sambil menikmati Jagung bakar dan kopi hangat, adalah rutinitas bagiku setiap malam melepas penat dan letih di Tepian Sungai Mahakam setelah seharian penuh menghabiskan waktu bergelut dengan komputer mengetik artikel-artikel yang akan diterbitkan besok pada harian Ibukota, serta beberapa cerpen yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.
“ Ini den, jagung bakarnya udah matang dan kopi hangatnya……” Sapa wanita ayu sambil meyodorkan beberapa buah jagung bakar dan kopi hangat yang aku pesan sebelumnya.
Pandangan mataku beralih ke sosok wanita berparas ayu membuyarkan lamunanku.
“Lho…Bi minah mana? Biasanya Bi minah yang mengantarkan pesananku?” Aku terkejut ketika kudapati bukan Bi Minah yang mengantarkan pesananku.
“Bi… Minah lagi sakit, sekarang ada dirumah.” Dengan terbata Ia mulai menjawab, mungkin belum lebih akrab denganku, seakrab aku dengan Bi Minah penjual jagung bakar di Tepian Mahakam yang sudah dua tahun terakhir ini aku menjadi langganan jagung bakar dan kopi hangat sambil menikmati pemandangan sungai Mahakam, lampu temaram penduduk di pinggiran Sungai Mahakam dan gemerlap lampu kerlap-kerlip Masjid Islamic Centre yang termegah se-Asia Tenggara itu serta tidak lupa pula meyaksikan wanita-wanita malam yang penuh geliat manja memnuhi warung remang-remang dan gang-gang sempit.
“Bi Minah lagi sakit apa? Trus Ade ini siapa?”Selidikku pada wanita tersebut sambil asik menikmati hidangan jagung bakar yang super lezat meski tak selezat masakan Bi minah.
“Bi Minah lagi demam dan batuk-batuk, saya lastri den…Saya suruh Bi Minah istirahat saja dirumah, saya yang menggantikannya berjualan untuk sementara den.” Ia pun memulai cerita dengan logat jawa yang kental.
“Panggil mas atau rietsky aja nggak usah aden..”sergahku dengan muka memerah. Ya, aku biasa dipanggil oleh Bi Minah dengan sebutan aden, mungkin Ia tau dari Bi Minah.
“Sudah Berapa lama sakitnya?”
“Sudah seminggu terakhir ini den, ehhh…sudah seminggu mas.hehehe?”balasnya sambil tersenyum malu-malu padaku
Ternyata sudah dua minggu terakhir ini aku absen untuk menikmati pemandangan di pinggiran Sungai Mahakam selama aku menjadi narasumber disalah satu program radio khusus remaja, menjadi narasumber talkshow di berbagai kegiatan remaja di berbagai sekolah dan media di Bontang, Tenggarong, Balikpapan dan Samarinda yang banyak menghabiskan waktu, tenaga serta pikiran sehingga aku tidak tahu kabar Bi Minah sekarang.
“Bukannya Bi… Minah nggak punya anak?”selidikku, yang aku tahu setelah Bi Minah bercerai dengan suaminya dan ditinggal mati oleh anak semata wayangnya, Bi Minah hidup seorang diri dirumah sewaan  yang berukuran 3 x 4 m di daerah kampung jawa di belakang kantor Gubernur Kaltim.
“Ya, mas…saya bukan anak Bi Minah”
Aku masih ingat ketika Bi Minah bercerita mengenai kehidupannya di mulai dari anak semata wayangnya yang berumur 10 tahun. Peristiwa naas itu terjadi ketika aden anak Bi Minah sedang mandi sore bersama teman-teman seumurannya di pinggiran Sungai Mahakam, Aden meninggal karena terseret arus Sungai Mahakam yang mengalir deras pada saat itu. Tak ayal sore yang cerah itu menjadi sore yang menyedihkan dan mengharukan di rumah duka bagi Bi Minah. Berawal dari situlah aku dipanggil oleh Bi Minah Aden, katanya sih biar Bi Minah ingat dengan anaknya Aden, Tapi dengan panggilan itu, aku merasa kasihan kepada Bi Minah karena, ketika memanggil nama Aden mata Bi Minah berkaca-kaca seolah ada dua arus kecil di kelopak matanya.
Seminggu setelah itu, suami Bi Minah menceraikan Bi Minah dan berpaling kepada wanita selingkuhannya. Lengkap sudah penderiataan hidup yang dilakoni Bi Minah di dunia ini, hidup di dunia miskin, ditinggal mati oleh anaknya dan yang lebih menyakitkan hatinya adalah suami yang telah mencampakkannya begitu saja dan berpaling kepada wanita lain. Menyedihkan.
Hal yang aku suka dari wanita yang berumur 56 tahun ini adalah ketabahan dan keikhlasannya menerima cobaan hidup yang diberikan dan digariskan oleh Allah SWT kepadanya. Di usia yang menjelang senja Bi Minah semakin lebih mendekatkan dirinya kepada Allah dari pada kehidupan duniawi yang hanya sementara dan penuh fatamorgana.
“Kita harus sabar dan ikhlas dalam menjalankan hidup di dunia ini, anak serta suami serta harta yang dititipkan oleh Allah sama kita hanya sementara saja den, harta juga tidak dibawa mati, yang di bawa mati adalah amal saleh kita yang telah kita lakukan semasa hidup.”petuah Bi Minah kepadaku
“Mas……mas……Rietsky”Panggil Lastri membuyarkan lamunanku.
“Oia…… gimana……sampai dimana tadi pembicaraan kita…” Aku sedikit gugup dengan suaranya yang lantang membuyarkan ingatanku kepada Bi Minah.
“Saya bersyukur bisa bertemu dengan orang yang sebaik Bi Minah”Kenangnya
“Memangnya kenapa De Lastri”Selidikku
“Mas lihat wanita yang berdiri di pinggir jalan itu?” Sambil menunjuk ke arah wanita yang dandanannya super menor yang dipenuhi dengan sapuan dan olesan bedak yang tidak ber”etika dan ber “moral memakai lipstik merah muda memakai rok mini super seksi yang nagkring di pinggir jalan, dan gang-gang sempit, menunggu lelaki hidung belang berkantong tebal penikmat “kupu-kupu malam”.
“Ya!!!”kataku sambil memperhatikan gerak-gerik wanita tersebut yang dapat menggoda syahwat.
“Dulu tempat itu adalah daerah kekuasaanku mas”
Tanpa ragu dan malu Ia mulai bercerita mengenai pengalaman hidupnya.
“Masya Allah...”Aku membatin
Ternyata wanita yang berada dihadapanku ini adalah bagian dari kehidupan malam yang menyajikan berjuta pesona keindahan dan kenikmatan sesaat.
“Ya, saya dulu bagian dari mereka mas”lanjutnya lagi tanpa isyarat dan komentar apa-apa dariku seakan mengerti batinku.
“Dua minggu yang lalu saya masih mencari lelaki hidung belang ditempat itu, hingga suatu malam saya dikejar-kejar sama Satpol PP Samarinda yang pada malam itu melakukan razia, entah mengapa saya tiba-tiba lari bersembunyi di bawah kolong meja tempat Bi Minah berjualan, beruntung pada saat petugas satpol PP menanyakan keberadaan saya kepada Bi Minah, Bi Minah mengatakan  tidak melihat saya kepada petugas razia, untuk melindungi dan menolong saya pada waktu itu. Saya merasa berutang budi kepada Bi Minah mas!”kenangnya mengingat peristiwa yang akhirnya membuat hidupnya kini berubah menjadi wanita baik-baik.
“Ooo... jadi De Lastri menggantikan Bi Minah berjualan untuk membalas kebaikan Bi Minah kepada De Lastri ya?
“Bukan itu saja mas”Memotong pembicaraanku
“Bi Minah juga mengajari saya untuk lebih mengenal Tuhan dan mendekatkan diri pada Allah.”lanjutnya.
“Hidup saya mungkin tidak seperti ini kalau malam itu tidak bertemu dengan Bi Minah”Ternyata Allah memberikan Hidayah kepada hambanya dengan berbagai macam cara dan memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi oleh hambanya.
“Allah memang selalu memberikan cobaan baik itu ringan maupun berat kepada kita agar kita lebih beriman dan bertaqwa kepada-Nya, seperti yang terkandung dalam Al-qur’an yang berbunyi Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum tersebut merubahnya agar kita lebih bertaqwa”jelasku
“Seperti De Lastri kini yang diberi Allah Hidayah dalam hidup De Lastri, mungkin Bi Minah sebagai perantara saja dari Allah, itulah rahasia Tuhan tidak ada manusia yang mengetahui-Nya.”paparku lagi
“Iya... mas saya sudah sadar dan berjanji pada Bi Minah dengan bertobat kepada Allah untuk meninggalkan dunia yang begitu nista dan kelam yang telah lama saya lalui menjadi PSK.”ungkapnya.
“Allhamdulillah kalau De Lastri sudah insyaf dan bertobat kepada Allah dan tidak akan mengulanginya lagi kelak”

@@@

Tak terasa jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul 04.00 dini hari, tidak terasa obrolan kami kian semakin jauh bercerita perihal kisah kelam yang dilakoni Lastri yang mendapat hidayah dari Allah melalui tangan Bi Minah yang telah membantu, membimbing dan mendorong Lastri agar tidak terjerembab dari jurang kenistaan.
Ya, itu dibuktikan oleh Lastri dengan dandanannya yang telah menutup auratnya sekarang. Ya Ia lebih anggun memakai gaun gamis berwarna hitam berbordir, meski kayak ondel-ondel keringatan yang dipaksa menari sehari semalam dalam acara khitanan massal. Pakaian itu lebih baik dari pada pakaian wanita-wanita yang nangkring ditepi jalan yang super menor menunggu lelaki hidung belang.
Akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri obrolan kami dan berbenah untuk kembali pulang ke rumah.
“Barang-barangnya dimasukkan ke dalam mobil aja De...”Tawarku kepada Lastri untuk mengantarnya pulang.
“Nggak usah mas... jalan kaki saja...”sambil membersihkan dan merapikan meja dagangannya.
“Nggak apa-apa sekalian mas mau menjenguk Bi Minah”bujukku lagi.
Tanpa menolak lagi Ia pun mengangkut barang-barang dagangannya ke dalam mobil. Kami pun melaju dijalan yang sepi menuju rumah Bi Minah.
Di rumah petak berukuran 3x4 m ini kutemukan wanita paruh baya berumur senja ini tertidur lemas dan pulas diatas kasur yang lusuh.
Aku tak tega membangunkannya, Ia begitu lelah dan letih di umur senjanya itu, Ia lelah dengan kehidupan, Ia lelah dengan nasib tapi, sabar menjalaninya, Ia lelah dengan berbagai macam tipuan dunia yang menyilaukan mata, Ia lelah dengan semuanya.
“Ini...De... buat beli obat untuk Bi Minah” aku merogoh kantong dan menyodorkan amplop berisi beberapa lembaran ratusan ribu hasil dari aku menjadi narasumber pada acara talkshow tadi pagi.
“Terima kasih, mas…”
“Ya, sudah mas langsung pulang saja, kalau Bi Minah bangun, bilang saja tadi saya ke sini menjenguknya ini no telp mas, kalau ada apa hubungi saya saja” pamitku sambil memberikan Lastri kartu namaku.
“Assalamu alaikum”
“Wa alaikum salam”

@@@

Seminggu kemudian, aku mendengar berita dari Lastri mengenai kematian Bi Minah. Bi Minah meninggal akibat Tuberclosis (TBC) yang dideritanya sejak dua tahun terakhir.
Sesudah mengurus pemakaman Bi Minah aku langsung terbang ke Bali untuk menghadiri Launching buku yang aku tulis yang berjudul “The Miracle of Waiting , dan Perempuan Penghuni surga” yang aku persembahkan untuk Bi Minah yang telah memberiku inspirasi. Sebelumnya aku berniat mengajak Bi Minah untuk menghadiri launching buku yang aku tulis, tapi Tuhan berkehendak lain. Sebelum menghembuskan nafas terakhir Bi Minah berpesan padaku melalui suratnya yang berisi :



Assalamu alaikum
Den Rietsky, Bibi menitipkan Lastri kepada Aden, tolong dijaga dan dibimbing yang baik ya Den, Bibi sangat senang sama kalian berdua, Bibi senang kalau kalian menjadi suami-istri, kalian berdua sangat baik sama Bibi, Bibi juga mengucapkan terima kasih sudah mau menjaga Bibi waktu sakit, ini ada cincin kawin Bibi, cincin ini Aden berikan kepada calon isteri Aden nanti ya? Kalau Bibi pergi kalian tidak boleh sedih, kalian harus sabar, dan jangan lupa sholat ya Den, Lastri juga diingatkan kalau lupa”

Bi Minah

@@@

“Papa…Papa…ade mau maen mobing-mobingan cama abang, iya kan bang”
“Abang juga mau maen mobil-mobilan pa..”Rengek manja dua anak manis dan lucu-lucu dengan kecadelannya kepadaku.
“Iya...iya... boleh, tapi hati-hati ya”
“hole…hole… kita maen mobing-mobingan”teriak ade melompat-lompat.
Yah, sekarang aku sudah mempunyai dua anak laki-laki yang lucu hasil pernikahanku dengan Lastri sepulang dari Bali, aku menikahi Lastri, Aku menjalankan wasiat terakhir Bi Minah untuk menikahi Lastri, Kami pun sekeluarga berbahagia, Tepian Sungai Mahakam menjadi tempat yang terindah bagiku, di tempat ini aku menemukan cintaku, disinilah aku menemukan kehidupan realita malam yang ternyata tidak begitu telanjang menampar ketermanguanku .
Aku pun menerawang jauh menikmati aliran sungai Mahakam yang seakan berbisik dan mengingatkan aku pada sosok wanita penghuni surga yang mengajarkan aku arti hidup yang sesungguhnya yang semakin lama semakin digerus gelombang usia.
Dua kali kecil mulai mengalir di kelopak mataku dan bermuara pada sudut bibir, malam kian larut.





Tepian Mahakam 03 September 2006
*Cerpen dimuat di Buku Antologi Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia”
**Penulis buku TTM “In The Name Of Friendship”
ipoel.dkrbontang@gmail.com  (0852 46 193 293)

Negeri Sampah Oleh : M.Saipul *


Indonesia diakhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 adalah sebuah Negara yang terjebak diantara perang dingin. Apakah Indonesia dibawah kepemimpinan seumur hidup Soekarno akan mengikuti Ideologi komunis, adalah pertanyaan bagi semua orang.
Seluruh unsur masyarakat ter-politisasi dan seluruh faksi dalam masyarakat termasuk mahasiswa Indonesia, aktif terlibat dalam permainan politik yang kemudian ikut menentukan masa depan bangsa ini.
Tahun 1959 Indonesia menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin, tapi apa yang terjadi terhadap elemen masyarakat merupakan pelanggaran demokrasi, kita seolah-olah merayakan demokrasi tetapi memotong lidah orang yang berani menyatakan pendapat mereka, yang merugikan pemerintah. Mereka yang berani menyerang koruptor-koruptor, mereka semua ditahan atau dihilangkan secara paksa.
Kita Para Pemuda adalah generasi baru ditugaskan memberantas generasi tua yang mengacaukan, kita akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua, kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia, yang berkuasa sekarang adalah orang-orang yang dibesarkan pada zaman Hindia Belanda, mereka adalah pejuang kemerdekaan yang gigih, tapi kini mereka telah mengkhianati apa yang telah diperjuangkan dan rakyat makin lama makin menderita.
Siapa yang bertanggungjawab akan hal-hal ini, mereka generasi tua, semuanya yang harus ditembak mati di lapangan tembak. Cuma pada kebenaran kita bisa berharap, Radio dan Telivisi masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan para Koruptor, Pemimpin sekarang mudah bersilat lidah, selalu mengalihkan isu dan membingungkan rakyat. Akhirnya rakyat menjadi tumbal dari kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Kebenaran hanya ada dilangit dan dunia hanyalah palsu.
Sekarang keadaan semakin parah, pergulatan antara koruptor, sekarang harga-harga makin membumbung, “Om Kapitalis” semakin lahap memakan uang rakyat, disaat seperti inilah seharusnya kaum intelejensia bertindak, berbuat sesuatu, yang tidak terlepas dari fungsi sosialnya, yakni bertindak demi tanggungjawab sosialnya, apabila keadaan makin mendesak kaum intelejensia yang semakin terus berdiam dalam keadaan mendesak telah melunturkan sebuah kemanusian.
Ketika kasus koruptor tengah bergulir, sebagian pelaku koruptor sibuk untuk mencari pengalihan isu untuk membuat rakyat bingung dan melupakan masalah tersebut, sibuk untuk membuat peraturan pembatasan BBM ber-subsidi yang akan menghemat pengeluaran Negara, tetapi selalu memanfaatkan peluang untuk merenovasi gedung-gedung mewah DPR, sarana dan prasarana yang mencapai Milyaran rupiah, renovasi Toilet seharga 2 Milyar, yah mereka risih mencium aroma kotor dari toilet, tidak sadarkah mereka siapa yang menciptakan aroma kotor itu sendiri, mereka para Koruptor yang menciptakan aroma kotor dari perilakunya terhadap keuangan negara, Pengadaan Mobil Mewah, Pengadaan Kursi Rapat yang langsung di import dari Jerman, yang dapat mematikan roda perekonomian bangsa sendiri, apakah kualitas kursi buatan Indonesia tidak sebagus buatan luar negeri. Rakyat selalu dihimbau untuk mencintai produk-produk Indonesia yang berlabel SNI, tapi mengapa mereka tidak memberlakukannya sendiri.
Ketika kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Skandal Tiket Pelawat Bank Century bergulir, pelaku koruptor sibuk untuk mengacak-acak peraturan untuk pembatasan BBM ber-subsidi, merekayasa kasus dan memeja hijaukan kasus anak dibawah umur yang mencuri sandal jepit di Sulawesi Tengah, Radio dan Telivisi pun terus berteriak-teriak menyebarkan kebohongan para Koruptor. Sehingga masyarakat pun terlena dan lupa akan tanggungjawabnya sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan sang Koruptor yang berkuasa, karena masyarakat sibuk memikirkan urusan perutnya,  Pemerintah pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika masyarakat antri panjang untuk mendapatkan BBM, antri panjang untuk mendapatkan sembako. Mereka hanya duduk santai diatas kursi nyaman buatan luar negeri, tidur ketika rapat membahas persoalan rakyat, membuka situs porno, Update status di jejaring sosial, sangat ironi memang melihat fakta perwakilan rakyat yang duduk nyaman diatas kursi kekuasaan.
Belum selesai kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Cek Tiket Pelawat yang bergulir, muncullah lagi kasus yang memalukan bangsa Indonesia, pengalihan isu yang dibuat oleh orang-orang suruhan dari para koruptor, yakni 113 kontainer yang berisi Limbah Besi yang beracun di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Seharusnya bangsa Indonesia menjadi malu karena telah dianggap oleh bangsa lain sebagai Tempat Pembuangan Akhir Limbah, yah sarang bagi para koruptor, Mereka aladah Sampah Masyarakat. Atau, sudah menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia yang sebagian besar konsumtif barang bekas, mulai dari Pesawat Tempur, Pesawat Terbang bekas sampai pakaian bekas, menyedihkan.
Indonesia ditahun 1997 mengalami era Reformasi, menumbangkan  kekuasaan kepemimpinan orde lama, tapi tidak berlangsung lama, karena pemimpin yang sekarang adalah orang yang dilahirkan pada masa orde lama, sehingga kebijakan dan keputusan-keputusannya pun masih seperti kebijakan orde lama. Sepertinya ramalan Jayabaya mengenai Ksatria Pininggit yang mampu memimpin bangsa adalah salah tafsir.
Revolusi kini menjadi “agama” baru dan semboyan-semboyan manipol, sosialisme, demokrasi terpimpin, dan lain-lain tidaklah lebih dari doa-doa yang mustajab.
Kenangan Demonstrasi mahasiswa di tahun 1965 menjadi batu tapal dari perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dari revolusi Indonesia dan batu tapal dari sejarah Indonesia, karena yang dibela adalah kebenaran dan kejujuran.
Kenangan pun terulang di tahun 1997 ketika krisis moneter melanda Asia, banyak darah yang telah tertumpah akibat kesewenang-wenangan kekuasaan, yang sudah terbuai lama duduk di kursi aman. Seharusnya para pemimpin sadar akan kenangan-kenangan tersebut, ketika rakyat sudah jengah diombang-ambing oleh kebijakan yang tidak berpihak, maka mungkin sejarah akan berulang, yang akan menjadi tonggak peradaban baru bagi Indonesia, Reformasi memang lantang telah didengungkan, tetapi konsep Reformasi itu sendiri belum terwujud.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan, apakah tanpa pemerasan sejarah tidak akan ada, apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan sejarah tidak akan lahir, seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanyalah pengkhianatan, seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup diatasnya, yah betapa tragisnya. Apakah Sejarah akan berulang lagi pada masa kini, pengkhianatan kepada rakyat, menyebar aroma janji-janji politik, penokohan untuk melaju ke bursa pencalonan presiden di tahun 2014.
Sadar atau tidak sadar kita telah disetir oleh pemerintahan yang pintar untuk mengalihkan isu-isu besar menjadi isu-isu yang remeh-temeh dikalangan masyarakat, menyedihkan. Maka dari itu, bagi para pemimpin yang akan melaju menjadi pemimpin masa depan, berhati-hatilah pada irama-irama politis yang melenakan, jangan sampai terjebak dan terlena masuk dalam pergulatan politis, manipol dan lain-lain, ditanganmu bangsa Indonesia akan makmur.

Barong Tongkok, 28 Januari 2012
*Penulis (Sekertaris Studio Kata) dan Salah satu Penulis di Buku Antologi "Kaltim dalam Cerpen Indonesia" ed. Korie Layun Rampan.

Monday, June 18, 2012

Hutanku Hilang Dalam 1 Menit


Dimanakah tegaknya barisan Dipterocarpaceae
Kerusakan Hutan Di Taman Nasional Kutai
Kemanakah perginya burung-burung pagi
Gersang tanah ibuku
Gundul hutan-hutanku
Tangan jahil kotori bumi belantara

Jangan salahkan Tuhan
Bila bencana melanda
Saksikanlah betapa
Malangnya disana

Tergores dan Terluka
Tumbang tiada terjaga
Wajah-wajah serakah
Telanjangi alam ini

Dengarlah ratapan Hutan Rimba Raya
Dengarlah suara jerit Alam terluka
Dengarlah Bencana
Merenggut korban jiwa
Dengarlah cicit burung yang terluka”

Lagu ”Jeritan Hutan Rimba Raya” tersebut diatas tidak asing lagi terdengar oleh para forester atau rimbawan/rimbawati yang mengingatkan kita kepada fenomena alam, fenomena betapa tingginya kerusakan hutan alam yang terjadi sekarang ini akibat tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab. Dimanakah kita akan menjumpai barisan pohon-pohon Dipterocarpaceae endemik asli berasal dari kalimantan di masa yang akan datang jika nantinya kita hanya bisa menyaksikan barisan-barisan kelapa sawit yang memenuhi pulau yang terkenal dengan ”Ulin, meranti dan bengkirai” ini, yang sebentar lagi akan menjadi serambi depan antara pulau Kalimantan-Malaysia, dan akan menjadi kebanggaan masyarakat Kalimantan ”Sangat naif memang, tetapi itulah kenyataannya”. Seharusnya masyarakat Kalimantan harus bangga dong, atas program pemerintah sawit sejuta hektar. Yah, asalkan tidak merugikan masyarakat saja, tentunya, Semoga.

Siapakah yang akan kita salahkan saat bencana melanda di mana-mana seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi dan bencana alam lainnya yang terjadi akibat wajah-wajah serakah yang melakukan illegal logging, dan konversi lahan hutan untuk perkebunan, pemukiman masyarakat yang berdampak pada kerusakan hutan dan hilangnya fungsi hutan sebagai fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi pemanfaatan. Ironis sekali.

Dengarlah ratapan Hutan Rimba Raya yang membawa pertanda akan datangnya bencana, bencana yang akan memporak-porandakan segala isi bumi, dengarlah suara jerit alam terluka yang bergejolak mengeluarkan murka gempa di berbagai daerah akibat perbuatan manusia  juga yang tanpa henti menguras dan menjamah alam yang tak berdaya ini. Alam juga bisa berbahasa, alam juga bisa merasa, dan alam juga bisa murka.

Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas yang menjadi paru-paru dunia, keanekaragaman hayati (Biodiversity) hutan Indonesia pun tertinggi di dunia. Keanekaragaman hayati yang dapat menjaga kelangsungan hidup umat manusia dalam hitungan lintas generasi, sayangnya dalam 50 tahun terakhir ini Indonesia telah kehilangan 64 juta hektar hutan dataran rendah atau 40 % dari luas hutan sebelumnya yang dikarenakan oleh Illegal Logging, Kebakaran Hutan, Perkebunan, dan konversi lahan untuk kepentingan-kepentingan politik. Sejak tahun 1996 laju kehilangan hutan Indonesia mencapai 2 juta hektar per tahun.

Setiap tahun kita kehilangan hutan seluas lebih dari 3 kali luas wilayah DKI Jakarta atau kita kehilangan hutan seluas 6 kali lapangan bola setiap menitnya. Pengelolaan HPH yang tidak memperhatikan keberlanjutan hutan(Suistainable) telah menyebabkan 17,4 juta hektar hutan alam di 3 pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi sejak tahun 1970.

Kebakaran hutan menjadi salah satu faktor berkurangnya hutan alam sebanyak 9,7 hektar hutan terbakar pada tahun 1997-2002, pengembangan sektor perkebunan selama kurang lebih 30 tahun terakhir menciptakan kerusakan dan berkurangnya hutan dataran rendah seperti program sejuta sawit di perbatasan Kalimantan-Malaysia yang sebentar lagi akan direalisasikan oleh pemerintah yang banyak menimbulkan konflik antara pro dan kontra, antara menyejahterakan masyarakat di perbatasan oleh pemerintah dan menyengsarakan rakyat di perbatasan, antara kepentingan politik dan kepentingan sosial masyarakat, implementasi program sawit terdahulu tak pernah berhasil, kayu habis tapi kebun sawit tak jadi. Sehingga hutan dataran rendah semakin rusak dan luas hutan menjadi berkurang. Kasus itulah yang telah menimpa beberapa pejabat yang berwenang di Kalimantan Timur dengan dugaan kasus Korupsi dalam sektor Kehutanan.

Sementara masyarakat perbatasan benar-benar membutuhkan pembangunan infrastruktur yang secepatnya, hal ini dapat dipenuhi apabila ada program yang berpihak kepada masyarakat. Selama ini belum pernah ada kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang mendukung pada masyarakat perbatasan. Program Sejuta Sawit di perbatasan ini sebenarnya sangat baik, mengingat kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menginginkan wilayah perbatasan menjadi serambi depan negara ini. Yang namanya serambi itu bagus dan indah. Tapi, buktinya hingga sekarang, pemerintah hanya menjadikannya slogan saja, tanpa membuktikan secara langsung di lapangan, namun dalam implementasinya harus profesional dan tidak hanya menguntungkan swasta. Karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur diminta harus bisa membuktikan keseriusannya untuk membuat sejuta sawit di perbatasan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Karena selama ini, lembaga apa pun yang dibentuk pemerintah untuk mengawasi jalannya program pemerintah, hanya menjadi lip service pemerintah saja, sehingga diragukan masyarakat. Pertanian tebas bakar, land clearing, perkebunan rakyat dan pembukaan lahan untuk pemukiman juga menjadi andil yang besar bagi rusaknya hutan dan fungsinya. Memang kebijakan pengelolaan hutan senantiasa dipengaruhi oleh kondisi politik nasional dan pasar global, lemahnya penegakan hukum didalam bidang kehutanan semakin menciptakan ketidakjelasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan, apalagi otonomi daerah yang banyak  melahirkan konflik kewenangan pengelolaan hutan.

Nasib hutan Indonesia semakin mengkhawatirkan, bukan saja karena kita kehilangan 2 juta hektar setiap tahun tetapi juga karena bencana alam yang menyertainya. Banjir Jakarta tahun 2002 merupakan bukti hilangnya daerah resapan air di kawasan Bogor Puncak cianjur mengakibatkan banjir besar di Jakarta. Banjir yang memaksa 381.000 orang mengungsi, 300 bangunan sekolah  rusak, 175 tempat ibadah rusak berat bahkan ribuan korban jiwa melayang.

Roda perekonomian lumpuh hampir di seluruh penjuru kota. Bencana lain yang tak kalah mengerikan adalah tanah longsor, seperti yang terjadi di kawasan rekreasi pacet Mojokerto tahun 2002 lalu, tercatat 31 orang korban tewas ”mengerikan” mengingat masih ada 32 kabupaten dan kota yang merupakan daerah rawan banjir dan longsor di seluruh Indonesia seperti kabupaten-kabupaten yang berada di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan pulau Irian.

Bencana berikutnya adalah kebakaran hutan antara tahun 1997 sampai 2002. Kebakaran hutan Indonesia merupakan kebakaran terhebat di dunia sebesar 11,7 juta hektar hutan terbakar, kerugian ekonomi mencapai angka yang fantastis sekali 12,8 – 21,6 Trilyun rupiah, hampir dua kali lipat APBN 2003 bidang pendidikan. Setiap tahun jutaan manusia tepatnya 12.000.000 orang menjadi korban kabut asap, mulai dari gangguan saluran pernafasan biasa hingga infeksi yang serius, sebanyak 44.000 kasus infeksi pernafasan, akibat lain adalah hilangnya keanekaragaman hayati walaupun tidak pernah tercatat secara pasti dilapangan setelah kebakaran hutan terjadi, bisa dibayangkan berapa banyak binatang yang ikut terbakar.

Ketika musim kemarau tiba bahaya kekeringan mengancam dimana-mana baik untuk kebutuhan pengairan areal persawahan hingga kebutuhan air sehari-hari rumah tangga, begitu banyak tragedi kemanusian akibat bencana lingkungan, kini saatnya kita melakukan aksi nyata agar bencana tak lagi terulang di masa depan.

Bencana yang sering terjadi di Samarinda misalnya adalah banjir, hujan turun sedikit saja sudah rawan untuk terkena banjir seperti daerah-daerah di sekitar Antasari,  Cendana,  M.Yamin,  Sempaja,  Pramuka dan masih banyak lagi daerah-daerah yang rawan tergenang banjir, hal  itu disebabkan karena hilangnya daerah resapan  air di kawasan lempake dan beberapa kawasan-kawasan resapan air lainnya. Liat saja daerah resapan air dan gunung-gunung yang semula tinggi menjulang dalam sekejap saja dapat disulap menjadi perumahan yang indah dan asri yang menawarkan berjuta pesona dan fasilitas yang lengkap dalam jangkauan kaum elite di daerah Lempake, Sempaja dan daerah perumahan lainnya, sehingga berdampak pada daerah sekitarnya.   Memang pantas kalau sebutan Samarinda Kota Tepian dirubah fungsi menjadi Samarinda Kota Tepian banjir ”mengerikan”.

Bencana alam lainnya adalah tsunami yang terjadi di Aceh beberapa tahun silam yang mengakibatkan ratusan ribu korban nyawa menghilang, Gempa Bumi di Maumere, Gempa bumi di Jogya dan Jawa Tengah yang  baru-baru ini terjadi yang mengakibatkan ribuan korban, serta bencana alam lainnya seperti Tanah longsor dan Banjir di berbagai daerah seperti Banjir dan tanah longsor di Manado, banjir bandang di Aceh dan lain sebagainya.

Hal terakhir yang tak kalah pentingnya adalah sikap kita sendiri sebagai konsumen produk-produk hasil hutan, sudahkah kita dengan bijak menggunakan produk-produk hasil hutan tersebut. Dengan hilangnya hutan alam ini, maka kita telah kehilangan keanekaragaman hayati yang begitu tinggi nilainya, hilangnya hutan menjadi petaka kehidupan, Jika hutanku sakit, hasratku bangkit untuk melestarikan dan mengkonservasi keanekaragaman hayati guna anak cucu kita di masa mendatang, ”Bila pohon terakhir habis, dan air terakhir pun habis ternyata uang tak dapat dimakan”, betul tidak?,  kini saatnya kita untuk berbuat bersama dan melakukan aksi nyata agar bencana tidak terulang lagi di masa depan, tak ada kata terlambat untuk mencegahnya. Mari kita bersama ”cegah bencana lingkungan, satu rumah satu pohon” Sebagai wujud dari kepedulian kita untuk melestarikan dan melindungi keanekaragaman hayati di masa mendatang.






Kota Tepian, 19 Januari 2007
M.Saipul


Penulis Buku Antologi Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia

Kursi Vs Nurani


Tahun ini menjadi tonggak sejarah baru peradaban dan perubahan bagi Propinsi Kalimantan Timur. Pada tahun ini, tepatnya bulan Mei nanti beribu rakyat dari berbagai daerah di Kalimantan Timur mengadu nasib mereka sendiri untuk lima tahun ke depan melalui Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur. Masyarakat Kalimantan Timur kembali akan disuguhkan dengan janji-janji yang akan disampaikan calon-calon pemimpin dan wakilnya, yang bertarung untuk memperebutkan kursi Kaltim 1 dan Kaltim 2.
Entah kapan janji-janji itu akan mulai santer terdengar begitu lantang dan nyaring di telinga masyarakat. Janji untuk menaikkan dan mensejahterahkan PNS (Pegawai Negeri Sipil), janji untuk memberikan rasa aman dan kesejahteraan. Janji untuk memberantas kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), penyakit yang mengakar dan menular di Indonesia selain kasus Flu Burung, AIDS, Narkoba, yang dapat mematikan roda perekonomian negara yang paling kronis. Tak heran jika nantinya janji-janji tersebut menjadi penghibur diantara lilitan kemiskinan dan teriakan rakyat yang kelaparan, diantara membuncitnya perut anak-anak yang kekurangan gizi, apa bedanya dengan perut-perut buncit sang koruptor yang memakan uang rakyat? Diantara hilangnya rasa aman rakyat, diantara hilangnya kebebasan mahasiswa yang di kebiri dan keamanan menjalankan aktivitas ibadah, diantara teror-teror, diantara kecaman-kecaman yang mengatasnamakan masyarakat, diantara keadilan yang sudah sekian lama tercabut, diantara harapan kesejahteraan yang entah sampai kapan akan terwujud.
Karena itu, tidak ayal sejumlah dukungan sebagian golongan untuk para calon pemimpin dan wakilnya yang akan mengumbar janji-janji itu pun nantinya akan mulai merebak. Sebagai contoh kecil saja, polling pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di berbagai media massa yang banyak memperoleh animo dari berbagai lapisan masyarakat. Ekspresinya pun berbeda-beda. Hal ini telah dilihat dan dibuktikan dari pemilihan-pemilihan kepala daerah sebelumnya di berbagai daerah. Dari fatwa yang menyudutkan calon pemimpin yang satu karena mendukung calon pemimpin yang lain, hingga sumpah-sumpah pun dilakukan di bawah kitab-kitab suci sebagai bukti setia tetap mendukung salah satu calon pemimpin.
Ini menunjukkan, kemerdekaan negeri kita ini yang sudah sekian tahun lamanya belum mampu membangun kedewasaan seluruh lapisan anak negeri ini. Terbukti, semua hal masih disikapi dengan sikap penuh emosional dan menempatkan kejernihan berfikir di tempat yang sulit ditemukan.
Namun, demikianlah budaya negeri kita. Setiap kepentingan, termasuk keinginan untuk menjadi pemimpin, harus diupayakan terwujud. Tidak peduli caranya seperti dan seemosional apa. Sekalipun harus melanggar syariat dan “menjual harga diri”. Sahabat atau kawan yang sekian bulan belakang didukung untuk menduduki satu jabatan penting tertentu pun, bila perlu dikorbankan untuk kepentingan itu. Bahkan, bila perlu nyawa rakyat dipertaruhkan juga.
Karena semua itu, jadilah kursi Pemimpin menjadi kursi yang paling mahal di negeri ini. Bagaimana tidak, untuk mendudukinya saja, seorang calon pemimpin perlu “menjual harga diri”, mengorbankan sahabat, dan bahkan mengorbankan nyawa rakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan dari seorang pemimpin.
Padahal, jika seorang pemimpin mau berpihak pada nurani, tentu tidak harus seperti itu kejadiannya. Bagaimanapun kursi hanyalah kursi. Benda biasa yang paling banter terbuat dari emas, bisa dinilai dengan uang, bisa rusak, dan tidak lebih tinggi dari harga nyawa manusia.
Walaupun setiap malam melakukan tirakat melafazkan ayat kursi untuk menduduki kursi kepemimpinan, ketika mendudukinya dan mendapatkan keinginannya lupa akan ayat-Nya, ironis sekali, dan yang tinggal hanyalah harapan-harapan yang tidak mungkin terwujud dan tercapai.
Karena itu, sejatinya, kursi diposisikan tetap sebagai kursi. Tidak lain. Sesungguhnya untuk duduk diatas kursi kepemimpinan (Kaltim 1 dan Kaltim 2), tidak perlu ada janji-janji palsu, tidak perlu ada fatwa yang menyudutkan, tidak perlu sumpah-sumpah di bawah kitab-kitab suci, tidak perlu ada sahabat yang harus dikorbankan, tidak perlu ada mahasiswa yang dikebiri ketika menyerukan kedamaian dan keadilan, tidak perlu ada teror sana-sini, tidak perlu ada pembakaran dimana-mana, apalagi harus menghilangkan sejumlah nyawa manusia.
Masih adakah pemimpin yang seperti itu? Masih adakah pemimpin yang mementingkan hati nurani dari pada kursi? Jawabnya ada pada diri pemimpin itu masing-masing apakah dia mau mempertaruhkan hati nuraninya untuk memperoleh kursi kepemimpinan atau mempertaruhkan harga dirinya demi kursi kepemimpinan tersebut.
Kota Tepian, 22 Maret 2008
M. Saipul
Tulisan ini pernah dimuat di Tribun Kaltim tahun 2008

Tumbuhan Obat Asal-Hutan Kenanga (Canangium odoratum)


Sepuluh tahun terakhir ini produksi obat tradisional semakin meningkat. Obat ramuan tradisional yang sering disebut jamu merupakan salah satu unsur warisan budaya leluhur bangsa. Pada umumnya ramuan tersebut berasal dari bahan baku berupa tumbuhan obat. Terdapat beberapa pengertian mengenai tumbuhan obat. Salah satunya menurut Otih Rostianan et al 1992 (dalam Siswanto 1997) bahwa tumbuhan obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI, definisi tumbuhan obat Indonesia sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978 adalah sebagai berikut.
1.                Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu
2.             Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor)
3.                          Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat.
Tumbuhan obat yaitu tumbuhan yang hidup di dalam hutan secara liar dan secara turun temurun dimanfaatkan oleh penduduk asli sebagai obat atau jamu. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan berupa daun, akar, kulit, batang, getah, bunga maupun biji kemudian diproses secara sederhana menjadi ramuan obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Cara pengobatan ini lazim dikenal sebagai pengobatan tradisional (Anonim, 1997). Oleh Zuhud, 1994 (dalam Siswanto 1997) tanaman berkhasiat obat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1.                   Tumbuhan obat tradisional merupakan species tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2.                   Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3.                   Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah sebagai bahan obat.
Secara tradisional berbagai etnis di Indonesia telah memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan, sebagai contoh di Kalimantan Timur suku Apo Kayan telah memanfaatkan 213 jenis tumbuhan untuk pengobatan (Aliadi & Sangat-Roemantyo, 1994), suku dayak benuaq di Kutai Barat memanfaatkan 301 jenis tumbuhan untuk pengobatan (Amborowati, 2002) Berbagai tumbuhan telah digunakan secara luas didalam industri farmasi, industri obat tradisional dan modern seperti cendana (Santalum album), pasak bumi (Eurycomma longifolia), pulai (Alstonia scholaris), Kenanga (Canangium odoaratum) dan kayu angin (Usnea misaminensis). Hasil ekspedisi dan eksplorasi tumbuhan obat menunjukan bahwa hutan tropis kita sangat potensial sebagai penghasil bahan baku obat. (Budiman et all, 2004).
Saat ini terdapat 3 kelompok masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan obat dan dapat dibedakan berdasakan intensitas pemanfaatannya :
1.      Kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Umumnya tinggal di daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Kelompok ini berusaha mencari cara sendiri untuk mengatasi berbagai penyakit yang dijumpai sesuai norma/adat yang berlaku.
2.      Kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga. Kelompok ini umumnya tinggal di daerah pedesaan yang memiliki sarana dan prasarana kesehatan terbatas. Pada kelompok ini walaupun sudah tersedia puskesmas namun tenaga medis dan obat-obatan terbatas. Selain itu adanya keterbatasan ekonomi juga menjadi alasan penggunaan obat tradisional. Berbagai keterbatasan tersebut menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan masyarakat yang cukup penting. Pemanfaatan tumbuhan pada kelompok ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena hanya untuk kepentingan sendiri sehingga jumlah yang diambil tidak banyak.
3.      Kelompok industriawan obat tradisional (Siswanto, 1997)
Terjadinya peningkatan yang pesat dalam industri obat tradisional merupakan ancaman yang serius bagi kelestarian tumbuhan obat karena sebagian besar tumbuhan obat yang menjadi bahan baku industri obat tradisional diambil langsung dari alam. Selain itu kalangan industri obat tradisional juga bersifat tertutup dalam hal spesies dan jumlah tumbuhan obat yang digunakan sehingga tidak bisa diketahui dengan pasti spesies tumbuhan obat dari alam yang terancam atau tidak (Siswanto, 1997).
Salah satu sumber plasma nutfah adalah Taman Nasional dimana di dalamnya terdapat potensi flora yang beraneka ragam. Taman Nasional Kutai menyimpan berbagai jenis tumbuhan yang hidup liar di hutan yang mengandung khasiat obat yang bermanfaat untuk pengobatan tradisional maupun sebagai bahan baku obat modern. Komunitas tumbuhan obat yang terdiri dari spesies-spesies yang hidup di kawasan ini terdiri dari jenis rumput, pohon, liana, herba, terma dan perdu (Anonim,1997).
Pengetahuan mengenai jenis tumbuhan yang berkhasiat obat telah dimiliki sejak dulu oleh masyarakat asli Kutai yang berada di sekitar kawasan hutan di wilayah Barat kawasan (Menamang). Pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun ini memanfaatkan tumbuh-tumbuhan hutan tertentu untuk pengobatan tradisional maupun untuk jamu tradisional, antara lain untuk penyembuhan penyakit kulit, bengkak-bengkak, kencing manis, batu ginjal, sakit perut, malaria, lever, darah tinggi, sakit kuning, sakit pinggang, pengusir iblis, memperlancar kelahiran dan lain-lain. Disamping itu dapat juga dimanfaatkan sebagai jamu untuk meningkatkan vitalitas tubuh dan multivitamin. Pada umumnya bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akar, kulit batang, getah, daun, bunga, buah dan bijinya yang diramu dalam bentuk rendaman, rebusan, tumbukan halus maupun dimakan sebagai lalapan/sayur. Di samping itu dapat juga digunakan langsung daunnya, air di dalam batang maupun getah di dalam kulit batang ( Anonim, 1997).
Terdapat beberapa jenis tumbuhan obat, salah satunya adalah tumbuhan obat potensial yang  menurut Zuhud, 1994 (dalam Siswanto 1997) tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat

Kandungan Kimia Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat
No
Jenis Tumbuhan
Kandungan Kimia
1
Beringin (Ficus obypiramidata)
Akar udara mengandung asam amino, fenol, gula dan asam orange
2
Bolok (Ficus ribes)
Bahan penyamak
3
Kenanga (Cananga odorata)
Minyak atsiri
4
Pasak bumi (Eurycoma longifolia)
Eurikomalakton, amarolid
5
Pulai (Alstonia scholaris)
Kulit kayu : Alkaloida ditamin, ekitamin, ekitenin, ekitamidin, alstonin, ekiserin, ekitin, porfirin dan triterpan.
Daun : Pikrinin.
Bunga : asam ursolat dan lupeol.
6
Sirih (Piper beetle)
Minyak atsiri, tanin, flavonoid
7
Temali laki (Leea indica)
Minyak atsiri, asam amorf

Beberapa Jenis Tumbuhan Obat Asal-Hutan
Kenanga (Canangium odoratum)
Pulai (Alstonia scholaris)
Pasak bumi (Eurycoma longifolia)

Salah satu tumbuhan obat yang berasal dari Hutan Kalimantan Timur khususnya yang berada di Taman Nasional Kutai adalah Kenanga (Canangium ododrata). Tumbuhan ini di beberapa daerah mempunyai nama lokal yang beragam. Secara umum kita menyebutnya Kenanga, namun di beberapa daerah namanya berbeda-beda, contohnya : Kenanga Wangsa (Jawa), Kananga (Sunda), Sandat Kananga, Sadat Wangsa (Bali), Selanga (Aceh), Sandat (Sasak), Ngana-ngana (Nias), Lalangiran, amok, wungurer, pum-pum, luit (Minahasa) dan lainnya.
Kenanga (Canangium odoratum)yang termasuk dalam famili Annonaceaea adalah tumbuhan berbatang besar yang berdiameter 0,1-0,7 meter dengan usia sampai mencapai puluhan tahun. Tumbuhan yang tingginya dapat mencapai 5-20 meter ini mempunyai batang yang getas (mudah patah) pada waktu mudanya. Bunganya akan muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas pohon dengan susunan bunga yang spesifik. Bunga kenanga terdiri dari 6 lembar daun dengan mahkota berwarna kuning serta dilengkapi 3 lembar daun berwarna hijau, beraroma harum dan khas dan termasuk bunga majemuk dengan garpu-garpu.
Di pedesaan, Kenanga sering dipelihara untuk dipetik bunganya. Tumbuhan liar yang kini mulai jarang ini mudah tumbuh di daerah dataran rendah mulai ketinggian 25-1000 mdpl.
Manfaat
Tumbuhan ini mempunyai manfaat yang sangat besar terutama dalam mengobati berbagai penyakit diantaranya : Malaria, Asma, Sesak nafas, Penangkal racun, Obat kudis, salep busung air, obat luar pembesaran limpa, Obat demam, Bronkhitis, Jamu sehat setelah melahirkan dan lainnya.
Beberapa manfaat Kenanga sebagai tumbuhan obat
Manfaat
Bahan
Cara Pemakaian
1.    Malaria dan Asma
3 kuntum bunga kenanga kering
Seduh dengan 1 gelas air panas, tutup rapat, saring dan minum airnya secara teratur.
2.    Sesak nafas
½ genggam bunga kenanga
½ sendok gula putih
Rebus dengan 1 gelas air panas sampai mendidih hingga tinggal ½ gelas, saring dan diminum pagi dan sore.
3.    Penangkal racun
Kulit pohon
Kulit pohon dikikis kemudian diperas dengan air matang lalu diminum.
4.    Bronkhitis
2 kuntum bunga kenanga
Rebus dengan 1 gelas air panas sampai mendidih hingga tinggal ½ gelas kemudian minum pagi dan sore.