Tuesday, June 19, 2012

Negeri Sampah Oleh : M.Saipul *


Indonesia diakhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 adalah sebuah Negara yang terjebak diantara perang dingin. Apakah Indonesia dibawah kepemimpinan seumur hidup Soekarno akan mengikuti Ideologi komunis, adalah pertanyaan bagi semua orang.
Seluruh unsur masyarakat ter-politisasi dan seluruh faksi dalam masyarakat termasuk mahasiswa Indonesia, aktif terlibat dalam permainan politik yang kemudian ikut menentukan masa depan bangsa ini.
Tahun 1959 Indonesia menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin, tapi apa yang terjadi terhadap elemen masyarakat merupakan pelanggaran demokrasi, kita seolah-olah merayakan demokrasi tetapi memotong lidah orang yang berani menyatakan pendapat mereka, yang merugikan pemerintah. Mereka yang berani menyerang koruptor-koruptor, mereka semua ditahan atau dihilangkan secara paksa.
Kita Para Pemuda adalah generasi baru ditugaskan memberantas generasi tua yang mengacaukan, kita akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua, kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia, yang berkuasa sekarang adalah orang-orang yang dibesarkan pada zaman Hindia Belanda, mereka adalah pejuang kemerdekaan yang gigih, tapi kini mereka telah mengkhianati apa yang telah diperjuangkan dan rakyat makin lama makin menderita.
Siapa yang bertanggungjawab akan hal-hal ini, mereka generasi tua, semuanya yang harus ditembak mati di lapangan tembak. Cuma pada kebenaran kita bisa berharap, Radio dan Telivisi masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan para Koruptor, Pemimpin sekarang mudah bersilat lidah, selalu mengalihkan isu dan membingungkan rakyat. Akhirnya rakyat menjadi tumbal dari kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Kebenaran hanya ada dilangit dan dunia hanyalah palsu.
Sekarang keadaan semakin parah, pergulatan antara koruptor, sekarang harga-harga makin membumbung, “Om Kapitalis” semakin lahap memakan uang rakyat, disaat seperti inilah seharusnya kaum intelejensia bertindak, berbuat sesuatu, yang tidak terlepas dari fungsi sosialnya, yakni bertindak demi tanggungjawab sosialnya, apabila keadaan makin mendesak kaum intelejensia yang semakin terus berdiam dalam keadaan mendesak telah melunturkan sebuah kemanusian.
Ketika kasus koruptor tengah bergulir, sebagian pelaku koruptor sibuk untuk mencari pengalihan isu untuk membuat rakyat bingung dan melupakan masalah tersebut, sibuk untuk membuat peraturan pembatasan BBM ber-subsidi yang akan menghemat pengeluaran Negara, tetapi selalu memanfaatkan peluang untuk merenovasi gedung-gedung mewah DPR, sarana dan prasarana yang mencapai Milyaran rupiah, renovasi Toilet seharga 2 Milyar, yah mereka risih mencium aroma kotor dari toilet, tidak sadarkah mereka siapa yang menciptakan aroma kotor itu sendiri, mereka para Koruptor yang menciptakan aroma kotor dari perilakunya terhadap keuangan negara, Pengadaan Mobil Mewah, Pengadaan Kursi Rapat yang langsung di import dari Jerman, yang dapat mematikan roda perekonomian bangsa sendiri, apakah kualitas kursi buatan Indonesia tidak sebagus buatan luar negeri. Rakyat selalu dihimbau untuk mencintai produk-produk Indonesia yang berlabel SNI, tapi mengapa mereka tidak memberlakukannya sendiri.
Ketika kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Skandal Tiket Pelawat Bank Century bergulir, pelaku koruptor sibuk untuk mengacak-acak peraturan untuk pembatasan BBM ber-subsidi, merekayasa kasus dan memeja hijaukan kasus anak dibawah umur yang mencuri sandal jepit di Sulawesi Tengah, Radio dan Telivisi pun terus berteriak-teriak menyebarkan kebohongan para Koruptor. Sehingga masyarakat pun terlena dan lupa akan tanggungjawabnya sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan sang Koruptor yang berkuasa, karena masyarakat sibuk memikirkan urusan perutnya,  Pemerintah pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika masyarakat antri panjang untuk mendapatkan BBM, antri panjang untuk mendapatkan sembako. Mereka hanya duduk santai diatas kursi nyaman buatan luar negeri, tidur ketika rapat membahas persoalan rakyat, membuka situs porno, Update status di jejaring sosial, sangat ironi memang melihat fakta perwakilan rakyat yang duduk nyaman diatas kursi kekuasaan.
Belum selesai kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Cek Tiket Pelawat yang bergulir, muncullah lagi kasus yang memalukan bangsa Indonesia, pengalihan isu yang dibuat oleh orang-orang suruhan dari para koruptor, yakni 113 kontainer yang berisi Limbah Besi yang beracun di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Seharusnya bangsa Indonesia menjadi malu karena telah dianggap oleh bangsa lain sebagai Tempat Pembuangan Akhir Limbah, yah sarang bagi para koruptor, Mereka aladah Sampah Masyarakat. Atau, sudah menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia yang sebagian besar konsumtif barang bekas, mulai dari Pesawat Tempur, Pesawat Terbang bekas sampai pakaian bekas, menyedihkan.
Indonesia ditahun 1997 mengalami era Reformasi, menumbangkan  kekuasaan kepemimpinan orde lama, tapi tidak berlangsung lama, karena pemimpin yang sekarang adalah orang yang dilahirkan pada masa orde lama, sehingga kebijakan dan keputusan-keputusannya pun masih seperti kebijakan orde lama. Sepertinya ramalan Jayabaya mengenai Ksatria Pininggit yang mampu memimpin bangsa adalah salah tafsir.
Revolusi kini menjadi “agama” baru dan semboyan-semboyan manipol, sosialisme, demokrasi terpimpin, dan lain-lain tidaklah lebih dari doa-doa yang mustajab.
Kenangan Demonstrasi mahasiswa di tahun 1965 menjadi batu tapal dari perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dari revolusi Indonesia dan batu tapal dari sejarah Indonesia, karena yang dibela adalah kebenaran dan kejujuran.
Kenangan pun terulang di tahun 1997 ketika krisis moneter melanda Asia, banyak darah yang telah tertumpah akibat kesewenang-wenangan kekuasaan, yang sudah terbuai lama duduk di kursi aman. Seharusnya para pemimpin sadar akan kenangan-kenangan tersebut, ketika rakyat sudah jengah diombang-ambing oleh kebijakan yang tidak berpihak, maka mungkin sejarah akan berulang, yang akan menjadi tonggak peradaban baru bagi Indonesia, Reformasi memang lantang telah didengungkan, tetapi konsep Reformasi itu sendiri belum terwujud.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan, apakah tanpa pemerasan sejarah tidak akan ada, apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan sejarah tidak akan lahir, seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanyalah pengkhianatan, seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup diatasnya, yah betapa tragisnya. Apakah Sejarah akan berulang lagi pada masa kini, pengkhianatan kepada rakyat, menyebar aroma janji-janji politik, penokohan untuk melaju ke bursa pencalonan presiden di tahun 2014.
Sadar atau tidak sadar kita telah disetir oleh pemerintahan yang pintar untuk mengalihkan isu-isu besar menjadi isu-isu yang remeh-temeh dikalangan masyarakat, menyedihkan. Maka dari itu, bagi para pemimpin yang akan melaju menjadi pemimpin masa depan, berhati-hatilah pada irama-irama politis yang melenakan, jangan sampai terjebak dan terlena masuk dalam pergulatan politis, manipol dan lain-lain, ditanganmu bangsa Indonesia akan makmur.

Barong Tongkok, 28 Januari 2012
*Penulis (Sekertaris Studio Kata) dan Salah satu Penulis di Buku Antologi "Kaltim dalam Cerpen Indonesia" ed. Korie Layun Rampan.

No comments:

Post a Comment