Monday, June 18, 2012

Primadona yang Hampir Punah


Pada tahun 1960-an, Orangutan liar yang tersisa di hutan diperkirakan tidak lebih dari 4000 ekor. Oleh karena itu, IUCN (World conservation Union) menyatakan kera ini sebagai jenis yang terancam punah, sehingga perlu mendapat perlindungan secara internasional. Namun status ini tidak menolong Orangutan untuk luput dari ancaman kepunahan, karena kelangsungan hidupnya bergantung pada habitat hutan basah yang terus-menerus dihancurkan akibat ketamakan manusia dan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999, Orangutan dinyatakan sebagai binatang langka yang dilindungi.

Identitas

Orangutan saat ini hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan Serawak serta lebih dari 90 % habitatnya berada di wilayah Republik Indonesia. Namun orangutan berasal dari bahasa Melayu, yang dapat diartikan sebagai “orang hutan”. Di Sumatera dan Kalimantan orang mengenalnya sebagai Mawas.
Nama ilmiah orangutan sejak dulu diperdebatkan. Satwa ini pertama dideskripsikan pada awal abad ke-17 oleh dua orang dokter Belanda, Jacob de Bondt dan Nicolas Tulp. Nama ilmiah yang diberikan Carl von Linne untuk satwa ini adalah Simia satyrus (Linnaeus, 1758). Namun karena alasan-alasan tertentu, sejak tahun 1927 nama resmi ini diganti oleh International Commission on Zoological Nomenclature menjadi Pongo pygmaeus, dan nama ini masih berlaku sampai sekarang.
Orangutan adalah salah satu anggota suku Pongidae. Menurut taksonomi sekarang, ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu anak jenis dari Sumatera dan dari Kalimantan (Van Bemmel, 1968 ; Jones, 1969).
Riset psikologis menunjukkan bahwa orangutan mempunyai kesadaran mengenai “diri sendiri” dan nilai kekeluargaan. Binatang ini juga mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk belajar, mengambil keputusan dan mampu membuat dan membongkar peralatan. Orangutan juga memiliki daya ingat jangka panjang yang sangat kuat, juga bakat yang mengagumkan untuk mamahami tanda-tanda lingkungan, termasuk pengertian tentang kalimat yang diucapkan dalam bahasa yang diperkenalkan sejak awal masa bayi. Disamping itu orangutan menunjukkan penghargaan yang jelas terhadap nilai-nilai keindahan, dan kegemaran terhadap perhiasan yang dapat dijadikan mainannya.
Kualitas mental ini memungkinkan orangutan untuk mengembangkan organisasi sosial yang kompleks berdasarkan hubungan jangka panjang, yang berpusat pada ikatan ibu-anak. Karena itu, tidak ada dasar ilmiah untuk menyangkal bahwa orangutan mempunyai hak-hak moral dan nilai-nilai etika seperti yang dimiliki manusia, Meskipun ada kekurangan dalam komunikasi vokal yang kompleks, orangutan jelas mampu berpikir dan menempatkan diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan demikian tidak ada alas an bagi budaya beradab mana pun untuk menyangkal “kemanusiaan” orangutan.



Habitat dan Ekologi Orangutan
Orangutan (Pongo pygmaeus) adalah primata arboreal (hidup di pohon) terbesar di dunia, yang keberadaannya terbatas (endemik) di pulau Sumatera dan Kalimantan. Di pulau Sumatera Orangutan sering disebut Mawas(Pongo abelii)
Kera besar ini banyak ditemukan di daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 1000 mdpl, namun kera ini bias hidup hingga ketinggian 1500 mdpl. Makanan Orangutan terdiri dari buah buahan hutan(60%), daun muda, kulit kayu, umbut-umbutan, dan beberapa jenis serangga. Di Kalimantan Orangutan bisa bertahan hidup hingga 60 tahun dan berat badan jantan dewasa bisa mencapai 70 kg sedang yang betina berkisar antara 30 – 50 kg.
Hanya pada saat kawin saja Orangutan hidup berkelompok dengan individu lain yang berlangsung antara 2 – 3 minggu. Perkembangbiaakannya juga lambat, karena Orangutan tetap akan mengasuh anaknya hingga berumur 5 – 6 tahun, dan baru akan kawin bila anaknya telah berpisah dari induknya. Orangutan hanya dapat hamil bila tersedia cukup makanan, setiap kali melahirkan hanya melahirkan satu anak saja.
Menurut Supriatna dan Wahyono, (2000), orangutan hidup pada hutan tropic dataran rendah, rawa-rawa sampai hutan perbukitan pada ketinggan 1.500 mdpl umumnya mereka hidup pada hutan primer dan sekunder. Namun saat ini karena kerusakan habitat aslinya, mereka dapat ditemukan di pinggiran lading, perkebunan atau dekat perkampungan. Habitat merupakan satu kesatuan yang dibentuk oleh berbagai fungsi, diantaranya tempat bermain, tempat makan, tempat minum, tempat berkemabang biak dan tempat berlindung dari predator (Galdikas, 1978).
Orangutan merupakan jenis kera besar yang hampir selalu hidup di atas pohon. Hampir seluruh waktunya dihabiskan diantara satu pohon dan pohon yang lainnya. Hanya orangutan jantan yang ukurannya besar atau yang sudah tua lebih menyukai cabang-cabang rendah, bahkan sering terlihat berjalan ditas tanah (Galdikas, 1978).

Distribusi
Sumatera bagian utara. Di Pulau Kalimantan sampai ketinggian sekitar 1500 mdpl dan penyebaran saat ini yang terpencar pada petak-petak kecil mungkin adalah akibat perburuan oleh manusia serta hilangnya habitat hutan. Paling sedikit ada tiga wilayah luas di pulau Kalimantan yang sekarang tidak pernah mempunyai catatan keberadaan orangutan ;
1.      Diantara Sungai Rajang di Sarawak dan Sungai Padas di Sabah bagian barat daya, kecuali beberapa catatan di dataran tinggi di dakat perbatasan Kalimantan.
2.      Dataran rendah di antara Sungai Barito di pulau Kalimantan bagian tenggara dan Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
3.      Wilayah Tawau di Sabah.
Ada sisa-sisa orangutan disetiap tingkatan endapan gua di Niah, di bagian tengah wilayah pertama yang disebut diatas. Kesenjangan distribusi ini aneh, dan mungkin disebabkan oleh penyakit, misalnya malaria, yang dulu membatasi penyebaran populasi manusia di kawasan tropis. Catatan dari ketinggian 2400 mdpl dilaporkan berasal dari Gunung Kinabalu tetapi sebagian besar catatan berasl dari ketinggian dibawah 1000 mdpl.




Aktivitas / Perilaku Harian Orangutan
Aktivitas harian orangutan merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan orangutan sejak meninggalkan sarang tidurnya pada pagi hari, hingga tidur kembali di dalam sarang tidurnya pada malam hari (Galdikas, 1978) dan Rodman(1977)Aktivitas ini meliputi :
1.      Diurnal dan biasanya arboreal. Makanan utamanya buah-buahan, dedaunan muda dan serangga. Biasanya soliter, tetapi anakan tetap tinggal bersama induknya sampai berumur 5 atau 6 tahun. Ditemukan di hutan pegunungan, hutan sekunder dan hutan rawa, termasuk hutan nipah, tetapi mencapai kerapatan tertinggi (mencapai 2 ekor/km) di hutan Dipterocarpaceae, kerapatan di hutan perbukitan mungkin hanya 1 ekor per 2 km. Kadang memasuki kebun dan perkebunan.
2.      Makan (eating). Di mulai dari pencarian, penanganan, memakan dan menelan termasuk di dalamnya berjalan pada pohon sumber makanan untuk mencari makanan pada dahan lain.
3.      Bergerak berpindah (traveling). Yaitu pergerakan satwa dari satu pohon ke pohon lain. Berjalan-jalan pada satu pohon tidak dimasukkan dalam perilaku gerak pindah.
4.      Istirahat (resting). Yaitu seluruh perilaku selain berjalan dan makan termasuk di dalamnya “resting” dan “display”.

Orangutan biasa bangun sekitar pukul 06.00 dan tidur kembali 18.30 atau 08.45. Perilaku hariannya dimulai dengan berak dan kencing di luar sarang beberapa saat setelah bangun. Kebiasaan ini dapat dijadaikan pegangan apakah orangutan masih ada di dalam sarang atau tidak. Goyangan dahan yang diakibatkan oleh gerakan orangutan berbeda dan lain sekali halnya dengan goyangan dahan yang diakibatkan oleh gerakan Owa(Hylobates muelleri) atau kera abu-abu (Macaca fascicularis) karena mereka lebih lincah dalam bergerak.
Orangutan paling mudah ditemui pada waktu pagi atau sore hari, pada saat mereka sedang aktif makan atau membuat sarang. Pada saat makan selalu ada sisa-sisa makanan yang jatuh ke tanah. Suaranya lebih jelas lagi jika ditemui pada saat makan dimana terdengar sisa buah atau daun berguguran, dan pada saat membuat sarang yang selalu dilakukannya pada senja hari dimana banyak ranting yang dipatahkan berguguran dengan bunyi yang khas.
Sumber makanan pokok yang paling disukai orangutan adalah punak Tetramerista glabra (Meliaceae), Gironniera nervosa (kerabat Moraceae dan Urticaceae) (Gladikas, 1978), buah anai-anai (rayap) dan lain-lain.
Kebakaran hutan tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada aktivitas-aktivitas makan, bergerak pindah dan istirahat yang dilakukan orangutan. Perubahan yang berarti terjadi pada komposisi bahan makanan, yaitu kulit menjadi bahan makanan penting kedua setelah buah.

Status Konservasi
Karena orangutan mengkonsumsi berbagai makanan yang bersumber dari pepohonan, mereka sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropik yang menjadi habitatnya. Jelaslah pembukaan hutan sangat berpengaruh terhadp perkembangan populasinya. Orangutan sudah dilindungi sejak zaman Kolonial Belanda dengan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931, akan tetapi namanya masih Simia satyrus. Di dalam peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa sudah tertulis menjadi Pongo pygmaeus.

Ancaman
Sejak tahun 1931 telah dikeluarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar, termasuk Orangutan, namun kenyataannya keberadaan Orangutan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan saat ini menjadi jenis yang terancam punah (Endangered species).
Ulah manusia adalah factor utama penyebab kepunahan Orangutan, disamping perkembangbiakannya yang lambat yang mengakibatkan laju kepunahan makin cepat. Kegiatan manusia yang menjadi penyebab kepunahan orangutan antara lain:
·         Penebangan hutan yang menjadi habitat Orangutan.
·         Perburuan Orangutan untuk di perdagangkan maupun untuk di makan dagingnya.
·         Kebakaran hutan yang terjadi hamper setiap tahun, di mana kebakaran hutan tersebut juga sebagian besar diakibatkan oleh factor manusia.

Penyelamatan hutan tempat hidup Orangutan bukan semata untuk kepentingan konservasi Orangutan. Terus menyempitnya hutan yang mengarah pada habisnya hutan di Sumatera dan Kalimantan menjadi keprihatinan bagi orang yang menyadari bencana yang bakal terjadi. Sama seperti Orangutan, manusia juga memerlukan keberadaan hutan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Semestinya upaya penyelamatan habitat Orangutan tidak dipandang hanya sebagai upaya konservasi satwa semata, namun bahwa penyelamatan hutan juga diperlukan bagi masyarakat yang hidupnya masih bergantung dengan sumber daya hutan dan daya dukung jasa lingkungan bagi kehidupan umat manusia, tinggal bagaimana mengelolanya dan komitmen para pihaknya.
Namun demikian upaya pelestarian jenis ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Masyarakat harus menyadari arti penting dari konservasi sumber daya alam hayati, khususnya konservasi jenis, dan berperan serta di dalamnya. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat ini harus terus dilakukan oleh pemerintah termasuk juga upaya penyebarluasan informasi konservasi jenis.
Dengan demikian kita tidak lagi bisa menemukan Orangutan dijadikan sebagai koleksi para kolektor-kolektor satwa dan kita juga tidak lagi bisa menemukan Orangutan berdiri ditengah jalan mengahadang kendaraan yang lewat dan menengadahkan tangan untuk meminta makan akibat habitatnya yang telah diganggu oleh ulah manusia itu sendiri.

No comments:

Post a Comment