Indonesia diakhir tahun 1950 dan awal tahun 1960 adalah sebuah Negara
yang terjebak diantara perang dingin. Apakah Indonesia dibawah kepemimpinan
seumur hidup Soekarno akan mengikuti Ideologi komunis, adalah pertanyaan bagi
semua orang.
Seluruh unsur masyarakat ter-politisasi dan seluruh faksi dalam
masyarakat termasuk mahasiswa Indonesia, aktif terlibat dalam permainan politik
yang kemudian ikut menentukan masa depan bangsa ini.
Tahun 1959 Indonesia menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin, tapi apa yang
terjadi terhadap elemen masyarakat merupakan pelanggaran demokrasi, kita
seolah-olah merayakan demokrasi tetapi memotong lidah orang yang berani
menyatakan pendapat mereka, yang merugikan pemerintah. Mereka yang berani menyerang
koruptor-koruptor, mereka semua ditahan atau dihilangkan secara paksa.
Kita Para Pemuda adalah generasi baru ditugaskan memberantas generasi tua
yang mengacaukan, kita akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh
koruptor-koruptor tua, kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia, yang
berkuasa sekarang adalah orang-orang yang dibesarkan pada zaman Hindia Belanda,
mereka adalah pejuang kemerdekaan yang gigih, tapi kini mereka telah
mengkhianati apa yang telah diperjuangkan dan rakyat makin lama makin
menderita.
Siapa yang bertanggungjawab akan hal-hal ini, mereka generasi tua,
semuanya yang harus ditembak mati di lapangan tembak. Cuma pada kebenaran kita
bisa berharap, Radio dan Telivisi masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan
para Koruptor, Pemimpin sekarang mudah bersilat lidah, selalu mengalihkan isu
dan membingungkan rakyat. Akhirnya rakyat menjadi tumbal dari kekuasaan dan
kesewenang-wenangan. Kebenaran hanya ada dilangit dan dunia hanyalah palsu.
Sekarang keadaan semakin parah, pergulatan antara koruptor, sekarang
harga-harga makin membumbung, “Om Kapitalis” semakin lahap memakan
uang rakyat, disaat seperti inilah seharusnya kaum intelejensia bertindak,
berbuat sesuatu, yang tidak terlepas dari fungsi sosialnya, yakni bertindak
demi tanggungjawab sosialnya, apabila keadaan makin mendesak kaum intelejensia
yang semakin terus berdiam dalam keadaan mendesak telah melunturkan sebuah
kemanusian.
Ketika kasus koruptor tengah bergulir, sebagian pelaku koruptor sibuk
untuk mencari pengalihan isu untuk membuat rakyat bingung dan melupakan masalah
tersebut, sibuk untuk membuat peraturan pembatasan BBM ber-subsidi yang akan
menghemat pengeluaran Negara, tetapi selalu memanfaatkan peluang untuk
merenovasi gedung-gedung mewah DPR, sarana dan prasarana yang mencapai Milyaran
rupiah, renovasi Toilet seharga 2 Milyar, yah mereka risih mencium aroma kotor
dari toilet, tidak sadarkah mereka siapa yang menciptakan aroma kotor itu
sendiri, mereka para Koruptor yang menciptakan aroma kotor dari perilakunya
terhadap keuangan negara, Pengadaan Mobil Mewah, Pengadaan Kursi Rapat yang
langsung di import dari Jerman, yang dapat mematikan roda perekonomian bangsa
sendiri, apakah kualitas kursi buatan Indonesia tidak sebagus buatan luar
negeri. Rakyat selalu dihimbau untuk mencintai produk-produk Indonesia yang
berlabel SNI, tapi mengapa mereka tidak memberlakukannya sendiri.
Ketika kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Skandal Tiket Pelawat
Bank Century bergulir, pelaku koruptor sibuk untuk mengacak-acak peraturan untuk
pembatasan BBM ber-subsidi, merekayasa kasus dan memeja hijaukan kasus anak
dibawah umur yang mencuri sandal jepit di Sulawesi Tengah, Radio dan Telivisi
pun terus berteriak-teriak menyebarkan kebohongan para Koruptor. Sehingga
masyarakat pun terlena dan lupa akan tanggungjawabnya sebagai kontrol sosial
terhadap kebijakan-kebijakan sang Koruptor yang berkuasa, karena masyarakat
sibuk memikirkan urusan perutnya, Pemerintah
pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika masyarakat antri panjang untuk
mendapatkan BBM, antri panjang untuk mendapatkan sembako. Mereka hanya duduk
santai diatas kursi nyaman buatan luar negeri, tidur ketika rapat membahas
persoalan rakyat, membuka situs porno, Update status di jejaring sosial, sangat
ironi memang melihat fakta perwakilan rakyat yang duduk nyaman diatas kursi
kekuasaan.
Belum selesai kasus Wisma Atlet, Skandal Bank Century, Cek Tiket Pelawat
yang bergulir, muncullah lagi kasus yang memalukan bangsa Indonesia, pengalihan
isu yang dibuat oleh orang-orang suruhan dari para koruptor, yakni 113
kontainer yang berisi Limbah Besi yang beracun di pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Seharusnya bangsa Indonesia menjadi malu karena telah dianggap oleh
bangsa lain sebagai Tempat Pembuangan Akhir Limbah, yah sarang bagi para
koruptor, Mereka aladah Sampah Masyarakat. Atau, sudah menjadi tradisi bagi
bangsa Indonesia yang sebagian besar konsumtif barang bekas, mulai dari Pesawat
Tempur, Pesawat Terbang bekas sampai pakaian bekas, menyedihkan.
Indonesia ditahun 1997 mengalami era Reformasi, menumbangkan kekuasaan kepemimpinan orde lama, tapi tidak
berlangsung lama, karena pemimpin yang sekarang adalah orang yang dilahirkan
pada masa orde lama, sehingga kebijakan dan keputusan-keputusannya pun masih
seperti kebijakan orde lama. Sepertinya ramalan Jayabaya mengenai Ksatria
Pininggit yang mampu memimpin bangsa adalah salah tafsir.
Revolusi kini menjadi “agama” baru dan semboyan-semboyan manipol,
sosialisme, demokrasi terpimpin, dan lain-lain tidaklah lebih dari doa-doa yang
mustajab.
Kenangan Demonstrasi mahasiswa di tahun 1965 menjadi batu tapal dari
perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dari revolusi Indonesia dan batu
tapal dari sejarah Indonesia, karena yang dibela adalah kebenaran dan
kejujuran.
Kenangan pun terulang di tahun 1997 ketika krisis moneter melanda Asia,
banyak darah yang telah tertumpah akibat kesewenang-wenangan kekuasaan, yang
sudah terbuai lama duduk di kursi aman. Seharusnya para pemimpin sadar akan
kenangan-kenangan tersebut, ketika rakyat sudah jengah diombang-ambing oleh
kebijakan yang tidak berpihak, maka mungkin sejarah akan berulang, yang akan
menjadi tonggak peradaban baru bagi Indonesia, Reformasi memang lantang telah
didengungkan, tetapi konsep Reformasi itu sendiri belum terwujud.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan, apakah tanpa pemerasan sejarah
tidak akan ada, apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan sejarah tidak akan
lahir, seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanyalah
pengkhianatan, seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup diatasnya,
yah betapa tragisnya. Apakah Sejarah akan berulang lagi pada masa kini,
pengkhianatan kepada rakyat, menyebar aroma janji-janji politik, penokohan
untuk melaju ke bursa pencalonan presiden di tahun 2014.
Sadar atau tidak sadar kita telah disetir oleh pemerintahan yang pintar
untuk mengalihkan isu-isu besar menjadi isu-isu yang remeh-temeh dikalangan
masyarakat, menyedihkan. Maka dari itu, bagi para pemimpin yang akan melaju
menjadi pemimpin masa depan, berhati-hatilah pada irama-irama politis yang
melenakan, jangan sampai terjebak dan terlena masuk dalam pergulatan politis,
manipol dan lain-lain, ditanganmu bangsa Indonesia akan makmur.
Barong Tongkok, 28 Januari 2012
*Penulis (Sekertaris Studio Kata) dan Salah satu Penulis di Buku Antologi "Kaltim dalam Cerpen Indonesia" ed. Korie Layun Rampan.
No comments:
Post a Comment