Wednesday, July 18, 2012

DIARY GURATAN PENA CINTA Oleh : M. Saipul*




06 April 2007 Pukul 09.35 Wita
Hari yang melelahkan……
Aku dihadapkan dengan dua pilihan yang terberat dalam hidupku, Sungguh Aku merasa kerdil dan hina dihadap-Nya…
Pilihan antara Dunia (Wanita) dengan Akhirat(Bidadari Surga)…
“Batinku bergejolak, mencari telaga suci yang dapat menentramkan hati, semua telah kususuri, hitam-putih mulai kugauli, haru biru telah kuselami, namun apa yang aku dapati, hanyalah sesuatu yang tidak pasti. Dimana dapat kutemui kekasih Allah yang sejati…yang mampu memberi cahaya dalam hati. Oh… betapa hina diri ini”.
Aku terus menyusuri jalan yang berliku, tanpa arah dan tujuan yang pasti, Aku berjalan dengan gontai, menyereret asa menjemput impian…Aku berhenti ditengah perjalanan hijrah menata hati melepas duniawi, tapi ditengah Aku berhenti, tiba-tiba datang sesosok bidadari surga yang menggetarkan hati, mengajakku mengarungi dan menyelami samudera cinta yang penuh dengan mahabbah dengan Rummi dan guratan tinta Kahlil Gibran.
Tapi, itu semua hanyalah semu belaka, hatiku tidak tentram dengannya bahkan malah haus dan dahaga akan nafsu birahi, yang kucari hanyalah ketentraman hati dan ketenangan ruhiyah, bukan kesenangan jasadiyah.
@@@


07 April 2007 pukul 05.25 wita
Akhirnya perjalanan menuju telaga suci itu semakin aku dekati, mengalir bersama riaknya sungai, berhembus bersama semilirnya angin dan terbawa oleh gelombang samudera.
“Ombak menghempas batu karang, seandainya saja aku batu karang itu, kan kupertahankan keteguhan imanku yang mulai goyah oleh terpaan dan cabaran, seperti batu karang yang kokoh diterpa gelombang.
Ahhkk…betapa bodohnya aku, seandainya saja Dia tidak hadir didalam kehidupanku. Pasti aku tidak akan tergila-gila seperti ini, perang antara batin yang bergejolak, perang antara hati yang bergelora dan perang antara nafsu yang membuncah. Mungkinkah ini CINTA…Mungkinkah ini ASMARA
Kenapa disaat aku ingin mencari telaga suci, kenapa disaat aku ingin mencari ketenangan hati, kerikil-kerikil tajam itu menusuk-nusuk telapak kaki KENAPA…KENAPA…
Aku mulai kecewa dengan semua ini. Tapi, siapa yang patut dipersalahkan, apakah Dia? Dia? Dia? Atau Aku? Tidak mungkin, melihat Dia meneteskan air mata saja, aku tidak tega melihatnya. Aku tidak tega melihatnya terlalu lama bercengkrama dengan kesedihan, aku tidak tega melihatnya menyendiri didalam keramaian,
Aku selalu memikirkan apa yang sedang Ia rasakan. Tapi,… adakah Ia juga mengkhawatirkan apa yang sedang aku resahkan… Ia selalu menginginkan aku bahagia…Tapi, adakah Ia tahu terkadang… itu membuatku lebih terluka, karena keinginannya tak sepenuhnya impianku, dan pengertiannya.. tak selalu membuat aku mengerti…(Moammar Emka)
Oh…CINTA…CINTA…
Adakah cinta yang lebih hakiki dari semua ini ?@!$ Ya, akan kucari jawabnya ditelaga suci itu, akan kuselami rupa dan wujudnya ditelaga suci itu, apakah aku masih membutuhkan CINTA…Ya,… CINTA pada Allah Azza Wa Jallah. Itulah cinta hakiki yang sejati.
@@@

07 April 2007 pukul 22.33 wita
“Ku harus menemui cintaku…
Mencari tahu hubungan kita
Apa masih atau t’lah berakhir
Kau menggantungkan hubungan ini
Kau diamkan aku tanpa sebab
Maunya apa… kuharus bagaimana
Kasih…
Sampai… kapan kau gantung
Cerita cintaku
Memberi harapan, hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu…”
Yah.. itulah yang Ia rasakan kini, sepenggal bait lagu Meli goeslaw telah memenuhi memori pesan ponselku malam ini. Tapi, seandainya saja engkau tahu, aku sangat mencintaimu…Tapi, aku tak sanggup mempertahankan gejolak batin yang kian menderu, membara dan membuncah mengalahkan nafsu. Aku tidak tahu… Apakah ini pengingkaran, kemunafikan, ataukah kesetiaan…
Malam kian larut…
Meninggalkan selaksa jiwa-jiwa para pencinta, lampu temaram ibu kota menghiasi kehidupan malam yang klise, aku tidak tahu harus memulai dari mana, aku tidak tahu harus menulis apa, pada intinya, aku kecewa dengan semua yang ada.
Tuhan…
Berilah aku kekuatan untuk mengatakan semua ini kepadanya, aku tak sanggup melihatnya meneteskan air mata. Tapi, semua ini aku lakukan hanya untuk cinta, cintaku yang sangat begitu besar kepada-Mu Tuhan. Entah kenapa batin ini selalu bergejolak ketika mendengar Asma-Mu, darahku mendesir ketika ku mendengar nyanyian-Mu.
Tuhan…
Berilah aku kesempatan untuk mencinta, diantara sejuta insan yang mencinta. Tapi, aku telah memilih untuk lebih mencintai-Mu Tuhan…
@@@

Dua tahun berselang, kembali aku merasakan kerinduan yang dahsyat akan CINTA, setelah menceburkan diri dalam kawah candradimuka, aku terus merindukan kasih-Nya. Aku tak kuasa setelah aku mendengar kabar beritanya yang sangat mengiris sembilu, Ia tetap kokoh mempertahankan CINTA-Nya untukku, Ia tetap ingin mengarungi samudera CINTA bersama, melewati lautan Api Asmara dan terdampar dalam Pulau Hati yang Ranum akan CINTA.
Aku duduk terpekur meratapi kebodohanku selama ini, masih teringat memori lama yang telah usang terkunci rapat dalam lubuk hatiku. Saat aku mengucapkan perpisahan dengannya.
Tapi, hatinya telah membantu akan CINTA, CINTAnya kepadaku begitu dalam, keteguhan CINTAnya padaku sangat kokoh, Aku begitu bersalah ketika kudapati diriku dalam penyesalan yang sangat. Didalam kamar ini aku terantuk senyum manismu wahai Bidadariku. Aku masih mengingat waktu kita bertemu dan bertatap muka, engkau berpaling seakan tak mengenalku, pandangan itu lah yang membuat hatiku kembali bergetar. Aku ingin mengucapkan kat-kata pujangga untukmu, tapi kau berlalu begitu saja dihadapanku.
Aku baru mengetahui kenapa engkau melakukan itu semua padaku, rasa CINTA mu yang begitu kokoh kepadaku, membuat bibirmu terkunci rapat, bak gunung merapi yang siap menyemburkan lahar panasnya. Tapi, engkau tetap saja tak bergeming.
Tuhan…
Aku tak sanggup menghadapinya, Dia begitu berharga bagiku, dia mutiara hatiku, dia dermaga CINTAku, tapi Aku tetap saja tak bergeming bersuara untuk menyatakan isi hatiku, mungkin hatiku sedalam lautan biru, tak ada yang bisa menyelami.
Aku duduk terpukur meratapi, anganku kian jauh menerawang diangkasa malam, berdansa dengan bintang-bintang, bersenandung dengan bulan, terlena akan bunga-bunga kasturi, bermandi madu asik masyuk bercinta dengan bidadari, tapi, aku tetap saja terantuk bayangmu, Oh.. sebegitu dahsyat gelora asmara ini untukmu?. Kan kupersembahkan hanya untukmu seorang Bidadari jiwaku. Tapi, kudapati diriku masih dalam kesendirian.
Ketika bermain dalam imajinasi di Taman Firdaus, kau datang membawa bunga Rampai yang dijalin bersama bunga Kamboja yang membuat kembali hati ini remuk redam. Kau pergi meninggalkan duka dalam dekapan belenggu gelora CINTA, membuyarkan lamunanku selama ini bercinta denganmu.
Mata ini nanar olehmu, tangisan duka ini mengantarmu kembali ke peraduan Malam yang kekal, tak pernah ada terik mentari, tak pernah ada embun pagi, yang ada hanyalah kegelapan yang baka..
Aku tak sanggup menyaksikan ini semua, melihat dirimu dibungkus kain sorban, dengan sejuta wewangian yang memabukkan. Pesona indahmu, menampar ketermanguanku. Tapi, itu semua hanya dalam anganku, aku tidak berani untuk mengatakannya padamu, dan disaat waktu tiba aku memberanikan diri, kau telah asik masyuk untuk mengabdi dalam Taman Eden.
Sekian lama aku menungu waktu untuk memberanikan diri menyatakannya dan telah berjanji untuk mengarungi samudera CINTA bersama dengan biduk ASMARA, kau telah meninggalkanku dalam kesendirian. Meninggalkan duka yang menyayat hati, mengiris kalbu, menusuk sukma.
Derita hidup yang kau alami selama ini, terasa pahit dan kelu dibibirku, kau tidak mau berbagi denganku, kau tidak pernah mencurahkan isi hatimu, kau telan sendiri bersama buah huldi yang memilukan, Aku tahu kau melakukan ini semua, demi cintamu Pada-NYA, tapi, itu sangat menyakitkan bagiku, seandainya kau mau berbagi denganku, merasakan pahit dan getirnya hidupmu, kan kuisi hari-harimu dengan CINTAku, tapi tak sejumputpun impian itu kau berikan kepadaku, apakah ini kemunafikan, pengingkaran atau ketegasan.
Air mata ini tak dapat dibendung dan membuncah menjadi sungai yang bermuara di lautan ASMARA, mengenangmu sangat menyakitkan, kau pergi menggapai CINTA yang hakiki, abadi, kekal bersama hiruk pikuknya dunia.
Wajahmu selalu terlukis dianganku, suaramu terekam dalam pita batinku. Betapa hati ini perih, kau biarkan aku sendiri, Sampai… kapan kau gantung
Cerita cintaku
Memberi harapan, hingga mungkin ku tak sanggup lagi
Dan meninggalkan dirimu…”
Menyakitkan, ketika mendengar liriknya, Kau pergi meninggalkan aku sendiri yang terbelenggu CINTAmu, dalam keabadian.
Aku sangat bodoh, hina dina dihadapan-MU. Seandainya waktu kan bisa bergulir kembali, maka kan kuabdikan separuh hidupku untukmu. Kan kuhiasi hari-harimu dengan CINTA ku yang tulus padamu. Tapi, semua itu telah berlalu, biarkan tersimpan dalam memori anganku, yang tersimpan rapi dan terkunci rapat-rapat dalam peti kehidupanku, hinga kau kembali bersedia untuk membukanya.
Aku merasa bersalah akan semua ini, begitu kokohnya aku mempertahankan keangkuhan yang ada dalam diriku dan mengalahkan gelora CINTA mu padaku, hingga aku tidak kuasa untuk memilikimu, Aku hanya bisa berharap akan bertemu denganmu kembali dalam kehidupan yang abadi. Semoga apa yang telah aku cari dalam kawah candradimuka akan menuntunku untuk menemukanmu dalam Gurun pasir yang tandus yang tak berpenghuni di alam sana. Dan semoga kita akan dipertemukan dalam ikatan CINTA yang nyata. Di dalam keabadian, bermain dalam Taman Firdaus, menghapus dahaga dalam telaga Kautsar, dan bercinta dalam Istana CINTA dalam cinta yang ditasbihkan oleh Allah SWT, untuk kita berdua.


Kota Taman, 06 Mei 2009
* Salah satu Penulis buku Kumcer dalam Antologi “Kalimantan Timur dalam Cerpen Indonesia” Korie Layun Rampan (ed) yang berjudul Cahaya dari Tepian Mahakam

No comments:

Post a Comment